Awal dari Perjalanan Terjal
Pengumuman kelulusan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) telah resmi di posting oleh akun penyelenggara. Ialah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dinamika UIN SU sebuah ladang ilmu yang ingin kami tuju.
Awalnya hanya aku dan Ega yang akan mengikuti PJTL ke Dinamika, tapi dikarenakan Dewi yang rencananya ingin pelatihan di Teropong Universitas Sumatera Utara tidak cukup berani melakukan perjalanan jauh sendirian. Jadilah kami berangkat PJTL bertiga. Aneh memang, tidak seperti biasa, PJTL yang seharusnya sendiri atau maksimal berdua, ini malah bertiga.
Beberapa hari sebelum keberangkatan aku mewanti-wanti pada mereka berdua untuk menjaga jarak sesampai di pelatihan nanti. Karena aku betul-betul ingin merasakan sensasi pelatihan, berkenalan dengan peserta lain dari berbagai provinsi.
Hari itu, tepatnya hari Rabu 24 Oktober 2018, kami memulai perjalanan panjang menuju Kota Medan. Sungguh perjalanan yang mengandung banyak resiko dan tantangan.
Terima kasih kepada Pemimpin Umum ku, Fahriyani, Pemredku Falah Abdul Rahman dan Satu kru Raifi Anwar yang bersedia mengantar kami ke Stasiun Tanjung Karang. Sungguh sulit dibayangkan dengan bawaan yang sedemikian banyak kami menuju stasiun dengan lama perjalanan sekitar 1 setengah jam, tapi mengendarai sepeda motor. Luar biasa. Entah bagaimana lagi aku berpikir untuk membalas kebaikan kalian. Uwuwuuww. Udah kewajiban keles hahahaa
Ketika perjalanan sudah akan sampai tempat tujuan. Tetiba aku teringat hal penting terlupakan. Astahgfirullah majalah sama produk Kronika lupa terbawa. Sontak Kak Fahri pun menggerutu sambil mengemudikan motor tanpa mengurangi laju kecepatannya.
"Emang kemarin nggak nyiapin apa kalian?"
"Aku lupa malam kemarinnya kan habis lembur majalah terus semalam aku ketemuan sama demisioner sampai jam sebelas," Tuturku sambil menahan beban koper dipangkuan.
"Yaelahh ini juga kalau mau balik lagi, bakal ketinggalan kereta," Tambahnya lagi.
"Hmmmmmmm" ( Jawaban datar penuh penyesalan)
Keriweuhan kami |
Sesampai di Stasiun kami berjumpa dengan Tuti, salah satu peserta pelatihan delegasi Persma Teknokra Unila. Dia sendirian diantar temannya Si Alfanny, aku juga mengenalnya. Setelah berbincang sebentar dan check in tiket kami berempat pamitan dengan para pengantar setia.
(Ega, Dewi, Aku dan Tuti sebelum masuk ke Kereta) |
Setelah tahu nomor kursiku, aku menata barang-barangku di atas bagasi (Itu apasih namanya, pokoknya tempat barang di kereta yang di atas tempat duduk). Kami berempat duduk dibangku terpisah meskipun memesan tiket diwaktu yang tak berselang lama. Hanya aku dan Ega yang berada satu bangku. Ega mempersilakanku duduk di dekat jendela sementara dia di sampingku.
Perjalanan kami dari Tanjung Karang menuju Palembang untuk menghampiri kawan-kawan Persma Ukhuwah yang juga menjadi peserta PJTL. Bukan perjalanan yang melelahkan sih, karena sebelumnya aku sudah pernah menempuh rute perjalanan seperti ini. Di dalam kereta aku juga hanya menghabiskan waktu untuk tidur dan makan. Haha kegiatan yang bagus untuk mengisi kebosanan kan.
Sebenarnya aku sudah membawa bekal buku bacaan. Tapi hanya ku tandaskan sedikit untuk kemudian ku teruskan dengan memejamkan mata hingga sampai tempat tujuan.
Pencitraan |
Kereta berjalan lebih cepat dari biasanya ku rasa. Tepat Adzan maghrib berkumandang kami tiba di Stasiun Kertapati Palembang. Karena mereka bertiga baru kali ini melakukan perjalanan ke Palembang dengan Kereta, maka akulah yang jadi pemandu untuk menunjukkan dimana toilet, Musala, dan tempat menunggu.
Pelataran Musala akhirnya menjadi tempat menunggu kami. Saat itu aku mengabari Mita dan Paopao, kawan dari LPM Ukhuwah yang akan kami tumpangi bermalam. Setelah sebelumnya mereka selalu bertanya kami sampai dimana dan menyuruh untuk segera mengabarkan jika sudah sampai di stasiun. Gerimis mulai menjatuhkan bulir-bulir bening di bawah lagit berselimut mendung. Menambah kesan gelandangan untuk kami yang sedang ngemper di depan Musala. Mita bilang hujan di sekretnya lumayan deras.
"Mbak kalian bisa nunggu sebentar nggak? Di sinu hujan deras, dan mobil punya kru dipakai karantina semua, cuma ada motor" Kata Mita dari seberang hape.
Aku pun berinisiatif untuk langsung datang ke sekret mereka dengan taksi online saja. Karena aku juga sudah pernah ke sana sebelumnya, bukan perkara sulitlah untuk menyambung perjalanan dengan itu. Daripada merepotkan mereka yang harus menerjang hujan.
"Mit kalau nggak kami naik grab aja yaa langsung ke sekret, kan aku udah tau," Ku bilang gitu padanya.
"Waduh jangan mbak, sabar ya mbak kami menuju kesitu," Kata Mita lagi.
"Iihh beneran gapapa mit, daripada semua repot kan, mendingan kita langsung ke sana aja," Kataku lagi dengan ngeyel, Aku merasa nggak enak karena merepotkan mereka.
Aku mengamati sekitar stasiun untuk memastikan aman jika memesan taksi online di sekitar situ. Ternyata sudah termpampang himbauan untuk tidak memesan jasa transportasi online di dekat gerbang stasiun. Aku pun mengajak ketiga kawanku untuk keluar dari stasiun demi memesan taksi online. Yaah benar kami menenteng semua bawaan yang seabrek itu, di bawah rinai hujan. Ditemani bisingnya jalanan Palembang di jam-jam macet. Haha bisa anda bayangkan.
Tak lama kemudian aku sudah mendapat taksi online melalui aplikasi di gadget ku. Setelah mencari cukup lama, sambil mengamati keadaan sekitar, untuk memastikan tidak ada orang jahat atau penipu akhirnya aku berhasil menemukan pengemudi taksi online tersebut. Tapi malang, ternyata kami kena calo. Aku sudah menebak karena tidak biasanya taksi online memiliki kernet. Haha tidak apalah, cuma Rp.10.000 dia meminta. Tidak akan membuat kami miskin.
Dalam keheningan malam di dalam taksi online kami menikmati gemerlap Kota Palembang. Melintasi indahnya Jembatan Ampera yang untuk yang pertama kali bagi ketiga kawanku ini. Aku rasa mereka menyimpan decak kagum di dalam hati. Sama sepertiku saat pertama kali bertandang Ke Kota Pempek ini.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit sampailah kami di Kampus UIN Raden Fatah Palembang, tepatmya di Sekretariat LPM Ukhuwah. Mita dan Paopao sudah menunggu kami di sana. Dibawah rintik hujan malam itu, mereka berdua membawa payung menyambut kami. Membawakan barang-barang kami yang sudah seperti orang pindahan. Hahah.
Kemudian kamipun diizinkan membersihkan diri. Sekret mereka sepi tidak ramai seperti biasanya karena rupanya sedang ada karantina (Semacam masa diklat yang dilakukan di luar dan menginap). Hanya ada beberapa kru yang sedang menonton sepak bola di televisi. Selesau bersih-bersih mereka juga ternyata sudah menyiapkan nasi Padang untuk makan malam bersama. Kebetulan sekali kami memang sedang lapar dan tidak sempat membeli makan di perjalanan. Kami makan sambil bercanda riang, ngobrol santai, dan nostalgia saat dulu aku berkunjung ke Sekret mereka.
Aku mengabarkan kepada beberapa kawanku yang kuliah di Palembang, bahwa aku baru saja sampai. Mereka adalah Farid dan Diki (Doking), sebenarnya banyak kawan dan tetanggaku yang kuliah di Palembang tapi karena aku singgah sebentar hanya mereka berdualah yang ku kabari. Mereka itu adalah kawan terbaik semasa putih abu-abu. Tak menunggu lama Farid langsung merespon dan mengajakku jalan-jalan bersama Doking.
"Kuwe nengendi, Ling? Kong bengi2 teko Palembang," Katanya
"Aku di UIN Rid, sinio" Kataku padanya.
"Yowis aku tak nelpon Doking disek," Katanya lagi.
Tak lama kemudian mereka berdua datang, sementara Tuti, Mita sama Paopao pamit mau keluar sebentar karena Tuti minta jalan-jalan ke sekitar kampus. Aku memilih untuk ngobrol sama Farid dan Doking bercanda riang karena sejak lebaran belum ketemu.
Aku, Doking dan Farid, sedang berselfie rindu |
Kemudian aku dan Dewi pun pergi jalan-jalan ke Benteng Kuto Besak bersama dua kawan lamaku itu. Sementara si Ega hanya di sekret Ukhuwah nonton bola. Aku sudah pernah ke BKB tapi kali ini barangkali lebih menyenangkan bersama kawan-kawan gokilku ini. Ampera juga sekarang sudah ditambah sedikit pembangunan. Kalau dulu pas aku berkunjung belum ada kursi-kursi taman, sekarang sudah berjejer. Juga lintasan sepedanya sudah mening.
Akhirnya sampai di Pelataran BKB |
Aku dan Farid di Halaman Museum |
Aku dan Dewi dari tangga Apera |
Farid, Aku, dan Doking kita bahagia sebagai Best Friend |
Aku, Doking dan Dewi |
Jangan baper! Foto hanya sebagai pemanis |
Malam sudah larut, setelah berswafoto di Jembatan Ampera, Pelataran BKB, dan Museum kami memutuskan untuk kembali ke Sekret. Kami harus istirahat karena besok akan melakukan perjalanan panjang menuju Medan.
Sudah dulu yaa, cerita di hari berikutnya akan disambung lain waktu. Selamat Penasaran
0 Response to "Awal dari Perjalanan Terjal"
Post a Comment