Reportase Lapangan: Situs Sejarah Kota Medan
Pelatihan hari keempat mungkin akan menjadi
hari yang paling melelahkan. Setelah tiga hari berkutat dengan materi di dalam
ruangan. Kini tiba gilirannya kami praktik reportase lapangan. Semua peserta
bersiap menggunakan PDH dan Kartu Pers masing-masing.
Setelah sarapan bersama, bus yang akan
mengangkut kami sudah menunggu di depan BP-PAUD. Tidak berlama-lama kami pun
langsung naik ke dalam bus dan berangkat ke lokasi liputan. Menurut jadwal di rundown
lokasi liputan pertama adalah situs sejarah Istana Maimun.
Entah bagaimana ceritanya saat itu aku bisa
satu kursi dengan Thomas, peserta dari LPM Kreatif Universitas Negeri Medan
(Unimed). Sementara kawan terdekatku selama PJTL ini, Si Mita duduk di
belakangku pas bersama Fiskal peserta dari Universitas Negeri Semarang tapi aku
lupa nama LPMnya.
Kebetulan sekali teman dudukku asli Medan,
sehingga selama perjalanan aku bisa mengobati rasa penasaran terhadap apa yang
tertangkap oleh mataku. Dan Thomas dengan senang hati menjelaskannya.
Sambil membuka google untuk melihat
destinasi yang akan kami tuju, Thomas juga menjelaskan Istana Maimun itu
seperti apa. Ia sebenarnya juga menceritakan sejarahnya tapi aku malah bingung hahaha.
Kami juga melewati Universitas Sumatera Utara yang katanya luas sekali, ada
rumah sakitnya, pastilah di sana ada Fakultas Kedokteran. Dari situ, aku sangat
kagum bahkan melebihi kagumku sebelumnya terhadap kampus Thomas, Unimed.
Meski sampai hari ini, aku masih belum
menemukan feel yang ‘Ini lho Medan’ tapi aku sudah berkali-kali dibuat
berdecak kagum dengan kampus-kampusnya.
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan
akhirnya sampai juga kami di Lokasi Reportase yang pertama.
Kemudian, kami masuk ke istana dengan rasa
sedikit canggung atau sungkan. Aku berpikir kalau saja ada aturan khusus ketika
masuk. Namanya istana kan seperti Keraton Yogya itu, kita musti sopan gitu.
Saat itu, panitia sudah menyewa tour guide
untuk membantu kami menjelaskan sejarah istana maimun ini. Dan bagiku itu
sangat membosankan, haduh entah kenapa aku kok pemalas banget sih ini
sewaktu reportase. Karena di dalam pikiranku aku tertarik dengan orang-orang
yang menyewakan pakaian adat melayu. Mereka itu siapa, kemudian penghasilannya
dari siapa, kenapa situs yang terbilang sakral ini justru terkesan jadi komersialisasi.
Namun akhirnya, setelah tour guide itu
selesai menjelaskan sejarahnya. Aku berkesempatan wawancara dengan mereka.
Intinya sih mereka masih kerabat sultan, dan hasil penyewaan baju adat itu
ternyata tidak digunakan untuk perawatan istana. Tapi ya lebih banyak masuk ke
kantong pribadi.
Kalau boleh jujur di sini, Istana Maimun memang
kurang perawatan menurutku. Karena mungkin perawatannya hanya mengandalkan
hasil dari tiket pengunjung.
Selanjutnya Akupun tergoda menyewa pakaian adat
melayu. Ku bujuk Mita yang tidak terlalu berminat untuk memakai pakaian adat
melayu. Bagiku kapan lagi kita menikmati dan mengabadikan momen seperti ini.
Berada di Medan juga tidak lama, tentu membuat kenangan sebanyak mungkin akan
membuat kami tidak menyesal pergi ke tempat ini.
Kami bersenang-senang dengan foto sebanyak
mungkin menggunakan pakaian adat itu. Pokoknya jangan sampai ada satu sudutpun
terlewatkan dari istana ini. Bersama Yusya dan Vanka dari Tasik Malaya, Thomas
dari Medan, Bang Dasrin dan Yulia dari Makassar, Dewi dari Lampung, GB dari
Aceh Putri, Ayi dan Afdila dari Padang.
Aku, Vanka |
Thomas, Aku, Dewi, Vanka, Yusya |
Saking asiknya, kita semua udah lupa kalau kami
kesini itu untuk reportase bukan berwisata. Hadeh hahahaha.
Kemudian kami melanjutkan reportase ke lokasi
kedua yang letaknya tidak jauh dari istana maimun. Yaitu masjid Raya Medan atau
Masjid Al-Maksun. Tentang masjid ini, sebelumnya aku sudah pernah mendengar
dari sepupuku yang bekerja di Medan. Sekitar dua tahun sebelumnya ia memamerkan
foto di Depan Masjid yang megah ini. Sampai aku ternyata benar-benar diberi
kesempatan untuk menyaksikan indahnya bangunan masjid ini.
Konon masjid ini juga di bangun oleh Sultan
Mahmud Al-Rasyid. Selengkapnya sila baca hasil reportase ku ini ya. Di
masjid ini, kami mendengarkan penjelasan sejarah bapak-bapak Pegawai Badan
Kemakmuran Masjid Al-Maksun, namanya Pak Ridwan. Panjang lebarlah bapak itu
menjelaskan sementara aku sudah tidak konsen karena perut ini lapar sekali.
Hadeh.
Setelah selesai peserta makan siang bersama di
pelataran masjid raya medan berlaukkan ayam kuah,((tapi nasinya sedikit aku
pengen nambah tapi malu)). ((Ya Allah laper banget)). Selesai makan kami
memuaskan diri mengambil gambar, berfoto ria sampai memori penuh karena entah
kapan lagi bisa menginjakkan kaki di sini lagi.
Aku juga seru-seruan sama Bang Ifroh, Mita, Dimas dari LPM
Neraca Medan, Thomas, Putri, Paopao dll.
Setelah puas kami kembali ke bus dan menuju
BP-PAUD lagi untuk menulis hasil reportase. Sebelum masuk bus, aku izin kepada
panitia untuk pergi ke ATM di Seberang Masjid Raya ini. Dengan ditemani Thomas
aku mencari Gerai ATM Mandiri, karena kalau sudah sampai Balai Pelatihan malas
keluar-keluar lagi.
Aku, Pao-pao, Bang Ifroh |
Sesampainya di Balai kami langsung berperang
dengan senjata masing-masing (Baca: Laptop), menuliskan segala yang ditemukan
selama reportase lapangan. Setelah selesai Bang Agoes mengoreksi hasil
reportase kami satu persatu, tapi ya tetap saja waktunya tidak cukup karena
hari sudah sore. Sehingga panitia yang akan membantu Bang Agoes mengoreksi
untuk mencari peserta yang terbaik.
Thomas, Fiskal, Mita |
Selanjutnya kami sibuk mempersiapkan malam
budaya, dimana peserta PJTL harus menampilkan kebudayaan provinsi
masing-masing. Dan inilah yang membuatku arrggg, aku menghabiskan sebagian
besar studiku di Palembang, tapi kuliah di Lampung tentu aku di sini adalah delegasi
Lampung. Sementara aku juga tidak terlalu awarness sama budaya Lampung, bahkan
untuk menghapal lagu adatnya susah sekali.
Yah bisa ditebak penampilan peserta dari
Lampung ala kadarnya hahahaha. Ada yang bagus itu dari Jawa Barat sih, Si
Vanka, Yusya sama Teh Caca. Mereka tuh benar-benar totalitas, bahkan sampai
bawa baju adatnya juga. Dan yang paling nyeremin itu dari Makassar ((Lagi-lagi
ya Makassar)). Mereka menampilkan semacam mantra sebelum peran gitulah. Aku
malah ketakutan gitu hahahaha.
Oh iya lupa, santap malamnya kami disediakan
makanan khas Batak, namanya Ikan Mas Arsik. Semacam pepes ikan mas tapi pakai
bumbu khas orang batak. Rasanya tuh aneh di lidahku. Pedas-pedas amis gitulah.
Padahal sedang lapar-laparnya. Tapi yaudahlah ya ini tu special loh makanan
khas Batak. Kapan lagi bisa makannya cobak? Mungkin harus jadi istri orang
Batak dulu baru bisa makan wkwkwk.
Setelah rangkaian acara malam budaya selesai,
waktunya penutupan pelatihan, pembagian cendera mata untuk masing-masing LPM,
pengumuman peserta terbaik dan teraktif, dan pembagian kaos PJTL untuk Field
Trip ke Danau Toba Besok paginya.
Peserta dengan feature terbaik diraih oleh Tuti
dari Teknokra Unila dan peserta teraktif diraih oleh kawanku dekatku, Si Mita
dari LPM Ukhuwah UIN Raden Fatah Palembang.
Selamat ya kalians
Saat itu aku juga diminta mewakili peserta PJTL
yang perempuan untuk menyampaikan kesan pesan selama Pelatihan. Duh rasanya tuh
enggak karuan deh, malu, nervous, sudah lelah, dan bingung mau ngomong apa.
Kenapa harus aku gitu lo? Kurang percaya diri akutu aslilah.
Sementara yang ditunjuk untuk mewakili peserta
PJTL laki-laki si Yusa dari Tasikmalaya Jawa Barat. Dia mah keren banget
pidatonya, bikin kita terharu mau pisah setelah berhari-hari menjalin
keakraban.
Dan akhirnya acara penutupan selesai, kami
peserta PJTL belum bisa rebah ke Kasur ya. Karena malam akan kami habiskan di
perjalanan menuju Danau Toba. Kebayang nggak lelahnya itu pangkat berapa..
Bersambung...
0 Response to "Reportase Lapangan: Situs Sejarah Kota Medan"
Post a Comment