Film Swades Mengajarkan Tentang arti Sebuah ‘Pulang’
Malam minggu biasanya, aku dan partner ghibahku sibuk
mempersiapkan dagangan di Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi). Tapi kali ini
berbeda, dosen kami, yang rumahnya selalu kami inapi setiap akan berjualan
mengajak nonton Film. Film Ideologis yang akan mengajarkan tentang
nasionalisme, katanya.
Sebagai orang yang mengklaim diri pecinta film, tentu saja
aku antusias. Malam itu, itu aku tidak terlalu ingat mulai jam berapa kami
nonton film. Mungkin sekitar jam sembilan lebih. Setelah membuat kopi, kami sudah
siap di depan monitor untuk nonton film yang diperankan oleh Shahrukh Khan ini.
Bercerita tentang seorang pemuda bernama Mohan yang bekerja
di lembaga penelitian NASA Amerika Serikat selama 12 tahun. Lalu memutuskan
untuk pulang ke India. Ia pergi ke sebuah kampung yang jaraknya 200 KM dari New
Delhi untuk mencari ibu pengasuh saat ia masih kecil dulu. Khavariamma, begitu
perempuan itu dipanggil. Ia sudah dianggap Mohan seperti ibu kedua setelah ibu
kandungnya. Oleh karena itu, ia berniat akan membawa Khavariamma ikut
bersamanya di Amerika.
Kaveramma |
Setelah sekian lama membujuk, Khavariamma tetap tidak
bersedia ikut dengan Mohan ke Amerika Serikat, kendati ia juga sangat rindu dan
sayang kepada Mohan.
“Terkadang pulang bukan saja mengajarkan kebahagiaan dan kepuasan pribadi, tapi juga tentang pentingnya mengabdi.”
Mohanpun, tinggal lebih lama di kampung itu. Ia akrab lagi
dengan Gita, yang konon adalah teman masa kecilnya.
Gita sempat kuliah di New Delhi, tapi sekarang ia memilih
mengabdikan diri pada sekolah kecil di Kampungnya. Pada sebuah pertemuan warga,
pemerintah setempat akan berencana menutup sekolah tempat Gita mengajar, karena
kekurangan murid. Dan lahannya lebih baik dijadikan balai desa.
Selain itu, jajaran kasta Brahmana juga merasa enggan ketika
anak-anaknya belajar di sekolah yang sama dengan anak-anak dari kasta sutra. Di
situlah, kemudian Mohan membantu Gita agar anak-anak di kampung sekolah semua. Ia
pun melihat, realitas pernikahan dini yang jamak membuat-anak-anak putus
sekolah, kemiskinan dan perbedaan kasta.
Dan benih-benih cinta mulai tumbuh diantara Mohan dan Gita. Walaupun
sebenarnya aku bukan pecinta film india tapi tidak ada salahnya jika mencoba
menikmati. Dan benar saja, film yang berdurasi lumayan panjang ini benar-benar
lebih dari sekadar hiburan kisah cinta antara Mohan dan Gita.
Lebih dari itu, film ini mengajarkan tentang kesenjangan
sosial yang menyebabkan masyarakat miskin semakin miskin, tentang arti
ketulusan menjadi guru untuk mencerdaskan anak-anak bukan menyoal upah, dan
tentu saja tentang kecintaan terhadap kampung halaman sendiri. Juga kesetaraan
gender, ketika Gita hendak dilamar oleh seorang pemuda, ia menolak sebab
orangtua pemuda mensyaratkan Gita berhenti bekerja sebagai guru dan fokus
mengurus anak dan rumah tangga. Sungguh mencerminkan jeratan patriarki yang
masih begitu kuat.
Suatu hari Mohan ditugaskan Kaveriamma untuk menagih hutang sewa
lahan pada seorang petani bernama Haridas. Perjalanan itu telah menyadarkan
Mohan akan banyak hal, terutama kemiskinan. Sehingga ia begitu kasihan untuk
menagih hutang. Sebab Haridas bercerita tidak bisa membayar sewa karena mereka
tidak bisa panen tahun ini.
Haridas dulunya merupakan seorang penenun. Namun dengan
masuknya mesin ke kampung, ia kehilangan penghasilan. Sehingga ia memilih
menjadi petani dengan menyewa tanah. Ternyata itu ditentang oleh para pemuka
adat, karena ia dianggap sudah merusak sistem sehingga mereka menahan air agar
tidak masuk ke sawahnya sehingga panennya gagal. “Padahal saya adalah petani
tapi untuk menghentikan tangis anak kami yang kelaparan saja saya tidak mampu,”
katanya.
Ketika perjalanan pulang menggunakan kereta Api, Mohan
semakin iba dengan seorang anak lelaki yang sedang menjajakan air minum saat
kereta berhenti. Sementara selama ini Mohan selalu minum air kemasan di
Kampungnya. Adegan tanpa dialog ini, menjadi titik awal perubahan pola pikir
Mohan akan kecintaan pada kampungnya.
Sangat membekas adegan eyel-eyelan ketika Mohan membicarakan
Amerika lebih maju, sementara India tertinggal teknologinya.
“Kamu iu cerdas Mohan, tapi kamu membangun Amerika, buka
membangun di Kampungmu sini. Sementara aku di sini berjuang dengan lapisan akar
rumput” Kira-kira begitu.
Berbeda dengan di Amerika. Orang-orang di kampung Mohan
merasa bangga dengan kebudayaan yang mereka miliki. Namun,sayangnya mereka kurang
memahami arti pendidikan dan kemajuan teknologi bagi generasinya. Kasta salah
satu yang menjadi singgungan dalam film ini.Semakin lama Mohan menyadari betapa
kampungnya begitu memprihatinkan. Konsep kasta telah menjadi kesenjangan sosial
yang merebut kesejahteraan rakyat kecil.
Singkat cerita Mohan berupaya menembus tembok pertahanan
kebudayaan itu. Hingga akhirnya masyarakat dapat bersatu dan bergotong royong
memanfaatkan saluran air menjadi pembangkit listrik tenaga air di kampung itu.
Setelah menyelesaikan tugas-tugasnya di lembaga penelitian NASA akhirnya Mohan
memutuskan untuk pulang ke kampung itu dan menetap di sana bersama cintanya—Gita dan Kampungnya.
Judul Film : Swades, We The People
Sutradara : Ashutosh Gowariker
Pemain : Shahrukh Khan (Mohan), Gayatri Joshi (Gita), Kishori
Ballal (Khavariamma)
Tahun Rilis : 2004
Pereview : Ririn Erviana
Akeh adegan jogete ora rin?
ReplyDeletelumayan sih, tapi paslah menurutku proporsinya haha
Deletefilm kesukaan emak gua ni..hehe
ReplyDeletekunjungan balik jkoding.xyz
film jadul emang, oke siap
DeleteReview yang bagus. Jadi pingin kenal sama pak dosennya.
ReplyDeleteSalam persahabatan.
Esaiedukasi.com
Boleh sekali beliau aktif di media sosial kok,
Deletesalam, meluncur blogwalking
salam persahabatan
Deleteklo yg main syahru khan mah pasti keren filmnya...
ReplyDeleteJangan Lupa Kunjungi Juga Ya
Looperday
Padahal bukan pecinta syahrukan haha
Deletesiap