Mereka yang Pernah Patah Hati, Akan Mengerti Bagaimana Menjaga yang Dimiliki

Sebagai manusia normal, rasanya wajar bila untuk waktu beberapa hari tubuh mendapat gelar sakit. Hidup selama 21 tahun ternyata tidak cukup membuatmu mandiri mengatasi segala hal yang mendera tubuh ini. Posisi sebagai perantau semakin menambah melankolisme sifat manja. Untuk sekadar beralasan mencari perhatian.

Tanpa malu, dipamerkannya tangis sesenggukan via telepon. Berharap dengan begitu dapat membantu pulihnya raga yang katanya sedang diserang wabah. Beruntungnya ada seorang laki-laki yang menamakan dirinya sebagai ‘Peneman’. Membelikanmu obat kumur sejak hari senin saat dirimu mengeluh sakit gusi dan melupakan sarapan. Membelikan soto, makanan kesukaanmu di saat lidahmu tak berselera makan. Mengingatkanmu untuk minum hangat dan akhirnya memaksamu untuk pergi berobat.

Mungkin, tidak mau makan kecuali disuapi pada usia 21 tahun, merupakan level manja paling menjijikan. Tapi dirimu begitu bahagia saat dia benar-benar mewujudkan itu. Selepas Ashar ia sudah standby di depan Kantor Kerjamu, membawa bubur dalam wadah Tupperware yang katanya adalah bubur ayam terenak se-Kota Metro—tentu saja versi dia.

“Gusinya masih sakit? Panasnya naik ya?” Tanyanya padamu sambil menyetir motor.

Untuk semua kasih dan rasa dimiliki, setidaknya tidak terlalu menyedihkan bila sakit tanpa perhatian dan alarm minum obat dari Ibu. Hari-hari sedang dipenuhi udara dingin, ia mewujudkan keinginanmu makan Mie Pedas. Besoknya masih mewujudkanmu berburu Mie Manis. Tetiba dirimu teringat tetang Film Aruna dan Lidahnya yang pernah kau khatamkan sebanyak dua kali. Sebuah film tentang berburu kuliner untuk mengungkapkan segala rasa yang lama terpendam.

“Menyenangkan sekali memilikimu.” Ucap hatimu suatu ketika.

Bersamanya kamu jadi berhasil melepaskan kebiasaan sadgirl penghasil sajak dan menghabiskan uangmu untuk membeli novel-novel galau. Tentang semua hal yang kalian bahas setiap hari, mungkin lama-lama akan terjangkit kebosanan. Masalahnya bukan bagaimana mencari cara yang tepat sebagai pelarian, melainkan bagaimana bertahan.

Kamu begitu menyesal saat ia marah karena dirimu nekat makan Mie selama tiga hari berturut-turut. Ternyata ia benar-benar lebih cerewet dari Ibumu soal kesehatan. Kemudian kamu berdoa untuk hari yang begitu panjang, agar kalian senantiasa diberi kesehatan. Supaya selalu bisa tertawa bersama menikmati makanan kesukaan masing-masing. Berkomentar dan membandingkan antara dua jenis makanan. Berdebat soal selera dan akhirnya saling melebur dalam tawa yang satu.

Kamu bersyukur pada semesta yang telah menjodohkan kalian berdua. Bermula dari rasa patah hati yang sama sebagai juara kedua. Dan kini saling mendeklarasikan kasing sayang secara merdeka. Kamu tak pernah menghitung seberapa kalian berbeda, tapi selalu nyaman menceritakan hal-hal bodoh dan lucu yang kalian alami. 

Bersamanya, dunia terasa begitu adil. Membagi rasa patah bertubi-tubi tapi kemudian menghadirkan jalinan kisah yang tidak ingin kau akhiri pintalannya sampai waktu yang tidak ditentukan. Bersamanya, kamu mulai berhenti mengkhawatirkan masa depan yang selalu terbayang penuh transaksi. Kalian saling belajar, kalian ingin tumbuh dalam relasi yang produktif. Semoga.

Ririn Erviana

Suka Jatuh Cinta, Sering Sendirian

Share this post