Gerimis, Pelangi dan Cerita Hari Itu

Kombinasi Senja dan Pelangi.
Lokasi Pekalongan, Lampung Timur Indonesia
(Dokumentasi Pribadi) 
Pada sebuah garis masa yang enggan larut dalam asa. Pikiranmu sering penuh soal kekhawatiran. Ia kemudian menjelma jadi sosok yang paling menyeramkan dalam khayalanmu sendiri. 

Matamu tak habis-habisnya memproduksi bulir bening hanya karena hal-hal yang mungkin menurut orang lain itu sepele. Bahkan tak jarang mereka akan menghujani mu dengan kalimat-kalimat penenang tapi sebetulnya lebih mirip ketidakpedulian. 

Hari itu dirimu bertekad menyelesaikan remahan berkas yang akan membawa adikmu mengenyam bangku kuliah. Perangainya yang pemalu atau kasarnya belum berani itu memaksamu harus ber-cerewet ria menyelesaikan urusan administrasi. Memanjangkan sabarmu kala pikirmu mulai mengajukan banding atas apa yang dulu juga pernah kau lakukan sewaktu mendaftar kuliah. 

Tapi gengsi untuk menjadi lebih dewasa lebih ingin kau tunjukkan kali ini. Terhadap semua tumpukan kekesalan dan rasa tidak karuanmu ini. Sudah barang tentu ada yang harus jadi tumbal pelampiasan. Dan orang itu masih sama. Dia-mu yang rela menyisihkan waktu di sela-sela kerja part-time nya untuk menemani sekaligus menjadi sasaran saat dirimu panik. 

Hari yang berat, ketika kesal menghampiri tapi tak punya otoritas menyalahkan siapapun kecuali dirimu sendiri. Dan dia pasti menahan kesal melihatmu jadi orang aneh yang sulit menerima saran agar tetap tenang. Gumpalan cairan sudah terlampau jebol melintasi kelopak mata yang juga mbendul sejak dua hari lalu. 

"Susah sekali punya penyakit cengeng akut," Kamu mengutuk dalam hati. 

Setelah sekira dua jam dipenjara kebingungan, atas izin semesta akhirnya kamu menghela napas lega. Kini tinggal menunggu hasilnya. Kamu bergegas meninggalkan tempat akses itu dan dia mengajakmu mencari es yang ingin kau minum beberapa hari yang lalu. Es Degdur atau degan duren yang kau temukan dari linimasa instagram. 

Lalu kalian menuju Yosodadi melalui Jalan Tawes dengan panduan Google Maps. Dekat tapi sulit ditemukan, begitulah kira-kira. Setelah sampai di Musala Al-Maunah, Satu-satunya petunjuk tentang lokasi Degdur ini, Lagi-lagi kamu harus kecewa. Karena rupanya hari ini mereka tidak berjualan. 

"Ya sudah kapan-kapan beli kan sekarang udah tau tempatnya," Katanya menenangkan. 

Kamu menaruh kepalamu di punggungnya yang mengenakan kemeja kotak-kotak warna biru tua. Menghirup aroma parfumnya membuatmu merasa aman. Dulu dia memintamu memberi pendapat tentang mana aroma yang paling jarang digunakan orang. Hatimu menyadari bahwa ternyata tetap ada hal-hal yang patut untuk disyukuri. 

"Habis ini aku mau langsung pulang tempat mbok lah," Ucapmu kemudian. 

"Jam berapa? Aku kawal lagi ya, " Katanya. 

"Nggak usah, aku berani kok. " Kataku

"Udah nggak papa, masih rawan lo." 

"Yaudah iyaa."

Sampai di kosan kamu langsung mengemasi barang-barangmu. Semua sudah sepi, karena anak-anak kuliah sudah pulang kampung lebih dini karena pandemi. 

"Mau nyantai dulu nggak di Taman?" Tanyanya sewaktu kamu sudah siap untuk berangkat. 

"Bolehlah," Jawabmu. 

"Yaudah aku tunggu di Taman." Katanya lagi. 

Sampai di Taman, kamu melihatnya sudah menenteng sesuatu, sepertinya camilan. 

"Doyan es doger nggak?" Tanyanya. 

"Doyan" Jawabmu. 

Dan jadilah kalian menghabiskan siang itu berbincang tentang segala hal ditemani Es Doger dan Siomay yang katanya ia beli di Alun-alun (a.k.a lapangan) depan rumahnya. Membicarakan hal-hal penting sampai yang paling tidak penting. 

Dan sore tiba-tiba datang begitu cepatnya. Kalian bergegas ke rumah mbok. Sementara mendung yang sedang bergelayut mesra turut menemani perjalanan kalian. Butiran-butiran dari langit segera saja menyergap kalian. Musala kecil dekat area sawah akhirnya menjadi tempat berteduh. 

Rintik hujan sore itu begitu manis dengan pelangi setengah lingkaran sejauh mata kalian memandang. Kalau tidak salah ini kedua kalinya kalian melihat pelangi secara bersama-sama. 

Terkesan 'Apa kali lah' kalau kata orang Medan jika menyebut ini sebagai hal yang spesial. Tapi pelangi yang tak seorangpun dapat mengukir warnanya itu masih menjadi hal yang kalian kagumi. 

Kalian berebut posisi untuk menangkap warna indah pelangi sore itu. Bentuknya yang sempurna setengah lingkaran begitu menawan. Di dukung dengan spot persawahan sebagai tempat kalian mengabadikan lukisan terindah Tuhan itu dengan penangkapan cahaya. 


Secara sederhana hari itu telah mengajarkan kalian bahwa, sang Maha pemilik warna-warna indah pelangi dan senja itu tak akan kehabisan cara untuk membuat makhluknya terus berdecak kagum. 

Kemewahan itu tak dapat dibandrol dengan satuan mata uang manusia. Maka bekerja keraslah, dan jangan lupa menikmati alam ini. Hilangnya pelangi menjadi akhir perjumpaan kalian. 


2 Responses to "Gerimis, Pelangi dan Cerita Hari Itu"

  1. Sepertinya setiap pengalaman pribadi selalu tertuang dalam cerita kontekstual ya.... mantap mbak 👍

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel