Menjadi Dewasa
Usia menjelang akhir 22 tahun, banyak banget hal yang aku
lewati. Berjuang buat lulus, mencari kerja, dan berusaha bertahan dengan pilihan. Kata orang ini adalah proses menjadi dewasa. Banyak hal yang membuat aku terus menerus berpikir tentang kekhawatiran.
Aku tahu ini toxic, tapi inilah kenyataannya, dan mungkin banyak orang juga merasakan hal yang sama pada usia ini. Padahal kita hanya ingin lepas dan terbiasa mandiri.
Aku tahu ini toxic, tapi inilah kenyataannya, dan mungkin banyak orang juga merasakan hal yang sama pada usia ini. Padahal kita hanya ingin lepas dan terbiasa mandiri.
Seringkali atau bahkan selalu ‘social clock’ terus
menghantui tentang keadaan-keadaan yang belum terjadi.
“Apakah pilihanku ini salah?” Kamu terus bertanya pada
dirimu sendiri kala beberapa orang berkomentar tentang “Bukannya kamu lebih
baik begini ya..”
Aku merasa jadi seorang magang baru di sebuah organisasi
kedewasaan dan rasanya nggak kuat sama ploncoannya. Sehingga merasa inilah
titik terendah bagi aku.
Pada akhirnya aku bakal ngitung-ngitung sebenarnya dosa apa
yang udah aku lakukan sampai aku harus ada di posisi yang rasanya menyedihkan
ini.
Dan nggak ada cara lain kecuali ya hadapi!! Meskipun yang paling enang diomong tapi sulit dilakuin adalah abaikan omongan orang.
Dan nggak ada cara lain kecuali ya hadapi!! Meskipun yang paling enang diomong tapi sulit dilakuin adalah abaikan omongan orang.
Salah satu temanku pernah bilang bahwa,
“Sakit dan semua masalahlah yang akan mendewasakan, so tidak akan dewasa kalau tanpa sakit dan masalah. Lagipula Tuhan tidak melarang kita menangis atau sedih. Tapi Tuhan melarang kita berbohong, jadi kalau sedih atau mau nangis ya sudah, jangan berbohong dan pura-pura bahagia, itu dosa.
Nggak akan ada abisnya kalau waktu yang panjang ini Cuma dihabiskan
untuk membandingkan pencapaian kita dengan pencapaian orang lain. Kenapa nggak
dibuat simple aja dengan “Yang penting bisa menikmati ini itu seperti yang lain
entah gimana berjuangnya.”
Pada intinya akan tetap normal bukan? Jika kita masih labil
di usia segitu, kita masih seneng sana-sini, masih suka kere juga. Kalaupun ada
yang lebih sukses di usia segitu jelas dia punya previlej lain yang kita nggak
tahu seberapa besar pengaruhnya sama apa yang dia dapet sekarang.
Kamu tetap jadi manusia normal meski sering dilanda
ketakutan dan kekhawatiran, karena itu adalah fase menuju kemandirian. Dan pastinya
enggak semua hal harus tersedia sekarang.
Mencarinya, kemudian menggabungkannya dari potongan puzzle-puzzle kehidupan akan menjadi cerita yang menyenangkan ketika sudah tak merasa pahit lagi. ketika bahkan kita sangat bosan dengan rasa manis.
Menjadi dewasa adalah proses yang akan dijalani setiap orang, tentunya dengan takaran kesulitan yang telah disesuaikan dengan diri dan lingkungannya. Tidak perlu sibuk melakukan pembuktian hanya agar disenangi atau berusaha jadi yang paling innocent.
Coba pikir deh! Tumbuh di era yang bergelimangharta digital tuh rentan banget membuat stress. Padahal cuma ngeliatin sosmed yang awalnya bertujuan mengusir lelah, eh malah jadi insekyur gara-gara postingan orang lain yang keliatannya manis-manis.
Mencarinya, kemudian menggabungkannya dari potongan puzzle-puzzle kehidupan akan menjadi cerita yang menyenangkan ketika sudah tak merasa pahit lagi. ketika bahkan kita sangat bosan dengan rasa manis.
Menjadi dewasa adalah proses yang akan dijalani setiap orang, tentunya dengan takaran kesulitan yang telah disesuaikan dengan diri dan lingkungannya. Tidak perlu sibuk melakukan pembuktian hanya agar disenangi atau berusaha jadi yang paling innocent.
Coba pikir deh! Tumbuh di era yang bergelimang
0 Response to "Menjadi Dewasa"
Post a Comment