Betapa Kita Bangga Menggampangkan Sesuatu
Belum genap sebulan sejak saya diamanahi tugas baru oleh atasan, rasanya saya jadi manusia yang super sibuk. Enam bulan terhitung sejak saya diterima bekerja sebagai pustakawan pada sekolah swasta, kemudian mendapat tugas baru. Karena situasi yang penuh gejolak di saat pandemi corona, masa probation saya bisa dikatakan sangat random.
Dan kini, saya harus mengemban double job. Sesuatu yang
menyebalkan tapi juga menyenangkan. Menyebalkan karena saya harus lebih sibuk
dari biasanya. Menyenangkan karena tentu saja gajinya akan lebih dari yang
dibayarkan sebelum-sebelumnya. Dan untuk menghibur diri saya yang sibuk ini,
minimal saya belajar banyak hal dalam pekerjaan ini.
Setelah masa probation habis, saya lanjut kontrak
untuk pustakawan. Kemudian diberi tugas menjadi shadow teacher untuk
anak slow learner. Pada tulisan ini saya akan menceritakan pengalaman
pertama saya mendampingi anak special need ini.
Pertama-tama saya bersyukur karena mendapat anak yang hanya slow
learner pada bidang akademik. Memangnya ada slow learner untur
bidang non akademik? Oh ada! Nanti akan saya bahas pada cerita selanjutnya. Dan
untuk pertama, ini bukan soal yang sulit dilakukan, dibanding teman-teman shadow
teacher lain di sekolah kami yang mendapat anak dengan kinestetik yang
berlebihan, kesulitan mendengar, speech delay dan lain-lain.
Saya cepat-cepat beradaptasi mengurusi administrasi dan
hal-hal yang harus dikerjakan untu dua job sekaligus dalam waktu yang relatif
singkat. Cukup melelahkan tapi ternyata ada senangnya juga ketika membangun
komunikasi dengan anak yang kita dampingi mendapat respon yang baik.
Siswa saya laki-laki yang duduk di kelas delapan dan berusia
15 tahun. Untuk memudahkan cerita ini saya ingin menyebutnya sebagai Putra. Normalnya,
pada usia itu Putra masih aktif-aktifnya dalam pergaulan. Menjadi bocah tengil.
Atau gemar menebar pesona kepada teman lawan jenisnya.
Berbeda dengan yang lain Putra cukup pendiam dan manut. Ia
masih melancarkan kemampuan membacanya dan mengasah keterampilan berhitung. Selama
hampir sebulan ini Putra belum pernah membuat keonaran bersama saya. Hanya saja
ia sangat pemalu dengan orang yang jarang bertegur sapa dengannya.
Setiap hari saya mengajaknya belajar dengan sederhana. Mencari
tumbuhan yang lengkap mulai dari akar, daun, batang, hingga bunga. Kemudian memberikan
penjelasan kepadanya mengenai fungsi bagian-bagian tumbuhan itu dengan sangat
sederhana. Misalnya akar berfungsi untuk menyerap air, saya menganalogikan
tumbuhan sama seperti manusia yang membutuhkan minum. Hanya bedanya manusia
minum dengan mulut sementara manusia minum dengan akar.
Begitu juga dengan daun, saya memberi pemahaman kepadanya
bahwa daun sangat berguna bagi tumbuhan untuk bernapas . Sebab jika saya
menjelaskan daun berfungsi menyerap karbondioksida sudah tentu dia akan pusing
tujuh keliling. Sama seperti manusia, tumbuhan pun bernapas. Lucunya, pada
bagian ini ia melontarkan pertanyaan kepada saya,
“Miss kalau daun itu bernapas, mana hidungnya?”
Sontak, saya tertawa terbahak-bahak karena kepolosan itu. Saya
jadi agak bingung bagaimana menggunakan kalimat yang pas untuk menjelaskan itu.
Saya merasa analogi itu sudah sangat mudah dipahami.
Memang terkadang kita sering menganggap gampang suatu hal. Padahal
bagi orang lain belum tentu. Kita mudah menggampangkan suatu hal hanya karena
kita sudah biasa dengan keistimewaan yang kita miliki. Kita lupa bahwa mungkin
orang lain tidak memiliki keistimewaan yang kita miliki.
Kita memiliki kesempurnaan indera dan kecerdasan yang
mencukupi, tapi kita lupa barangkali lupa bahwa orang lain mungkin saja tidak
memilikinya. Seringkali kita menjadi tidak sabar ketika bekerja sama dengan
orang lain, bawahan, binaan, atau siapapun, karena beranggapan pekerjaan itu
sangat mudah dilakukan.
Padahal kita tidak tahu barangkali orang lain belum pernah
mempelajarinya, mungkin itu sesuatu yang sangat baru, dan lain sebagainya.
Terus menerus bangga dengan kecerdasan memang kadang terlihat menyenangkan tapi
menjadi penyabar dan rendah hati saya rasa akan lebih mendamaikan.
0 Response to "Betapa Kita Bangga Menggampangkan Sesuatu"
Post a Comment