Cerita Pernikahan Chapter 1
Menikah. Dulu aku sering mendengar bahwa menikah itu hanya
enak diawalnya saja. Kita tentu sepakat, bahwa untuk fase kehidupan yang satu
ini, nggak ada panduan yang benar-benar verified dijadikan rujukan. Nggak ada
buku resep yang tervalidasi atau berstandar khusus untuk ditiru. Tapi paling tidak
kita bisa belajar dari banyak kisah.
Belum genap satu bulan aku menikah, tapi rasanya tangan ini
gatal untuk berbagi cerita tentang apa dan bagaimana menjalani pernikahan. Maka
pada tulisan ini, izinkan aku berbagi cerita yang semoga dapat menginspirasi
atau menghibur pembaca yang budiman.
Sedikit banyak akan ada perubahan dalam hidup ketika sudah
menikah. Jika ditanya itu menyenangkan atau menyedihkan? Mungkin jawabannya
tergantung dirimu, pasangan dan cara
berkompromi kalian. Eh tidak bermaksud menggurui ya.
Kami menikah diusia 20-an, yang bagi sebagian orang itu
terlalu muda, tapi sebagian yang lain merasa sudah cukup umur, memang sulit
menemukan standar yang pas, tapi dalam hal ini kami sepakat untuk bersama-sama
belajar menempuh fase ini. Suatu kali, aku penasaran bertanya kepada suamiku,
apakah dia menyesal menikah diusia sekarang? Ketika teman-teman kuliahnya belum
ada yang menikah?
Ia menjawab, “Ya nggak menyesal, daripada nanti aku sendiri
yang belum nikah, sementara yang lain udah semua, mending aku yang ninggalin
mereka nikah”. Sungguh alasan yang snagat egois hahahaa. Tidak berlebihan jika
aku berasumsi, teman-teman suamiku ini merasa kehilangan ketika kami menikah.
Ketika kondangan, tak habis-habisnya mereka mengirim doa-doa aneh nan lucu.
Sebenarnya, aku tidak membatasi suami untuk tidak boleh main
lagi dengan teman-temannya. Ya soalnya aku pun tidak ingin nantinya
dilarang-larang ketika bertemu teman-teman lamaku. Tapi dengan perasaan yang
tidak menyangka, ternyata suamiku juga menyesuaikan keberadaanku dan statusnya
sekarang. Pada suatu malam, temannya izin berkunjung ke rumah.
Aku memutuskan tidur lebih dahulu malam itu, membiarkan
suami mengobrol dengan temannya di teras. Namun, aku terbangun jam sebelas
malam, suami belum ada di sampingku, rupanya masih mengobrol dengan temannya.
Agak kesal sih, tapi aku yakin ini wujud posesifku. Aku putuskan mengirim pesan
pada ponselnya untuk segera menyuruh teman-temannya pulang karena besok kerja.
Beberapa waktu tidak dibalas, ku putuskan menelepon, tapi langsung dimatikan.
Terdengar suara kawannya bergurau, “Paling dee ngelilir,
goleki gulinge kok nggak enek, yoweslah ayuk adewe balik.”
Aku yang mendengar celoteh itu dari kamar rasanya ingin
tertawa nggapleki. Awalnya pengen bersungut-sungut sama suami, malah
nggak jadi. Ada kesadaran dalam diri aku, bahwa lelaki yang sekarang menjadi
suamiku ini tadinya milik banyak orang. Milik keluarganya, milik temannya dan
seterusnya asal jangan milik perempuan lain. Hahahaa. Tentu saja, harus banyak
penyesuaian sekarang, apalagi ketika teman-temannya masih belum siap ditinggal
menikah.
Kali kedua, ia bercerita kawan dekat satu genk waktu SMA
sedang berulang tahun. Hari itu aku on periode day one, jadi seperti
biasa harus kesakitan dan nyeri. Dengan sabar dia menemani dan memijit beberapa
bagian tubuh supaya meringankan rasa sakit. Tak sengaja ku lihat notif hapenya,
beberapa teman menghubungi rupanya. Paginya kulihat lagi hapenya, ia menjawab
pesan temannya dengan alasan istrinya sedang sakit jadi tidak bisa bergabung
untuk nongkrong.
Pada titik ini, rasa bahagia menyelimuti hatiku, tapi ada
sedihnya. Ada rasa menyesal, Karena membuat suamiku kehilangan momen bersama
temannya. Kalau saja aku tahu temannya mengajak nongkrong mungkin aku akan
mengizinkan. Meskipun aku juga rasanya tidak rela ditinggal main wkwkwkw. Sekarang
ia harus mempertimbangkan satu hal untuk sekedar keluar dan mengobrol bersama temannya
seperti dulu. Realitas menikah memang tidak terlalu menyeramkan, tapi tetap ada
hal-hal kecil yang kita korbankan. Dan semoga itu tidak mengurangi keharmonisan
dan kebermanfaatan hidup kami sebagai manusia.
Banyak hal yang tadinya kita lakukan tanpa pikir panjang,
sekarang harus dipertimbangkan berdasarkan adanya kehadiran pasangan kita. Hal-hal
sederhana ini niscaya membuat hidup kami menjadi semakin meaningful. Tulisan ini,
tidak bermaksud untuk pamer atau sebagainya. Hanya ingin berbagi cerita, supaya
teman-teman diluar sana lebih memandang positif tentang menikah.
Semoga yang belum menemukan, segera menemukan yang tepat dan
yang sudah menemukan bersemangat belajar bersama.
See you....
0 Response to "Cerita Pernikahan Chapter 1"
Post a Comment