Muslimah Merdeka itu Dapat Memilih Pekerjaan yang Ia Suka
Saya ingat betul waktu pertama kali akan kuliah, orang tua menyarankan untuk mengambil jurusan guru saja. Sebab itu lebih cocok bagi perempuan. Saat itu saya ingin sekali mengambil jurusan hukum. Entah mengapa saya ingin menjadi seorang hakim, jaksa, atau pengacara. Keinginan itu jelas ditolak mentah-mentah oleh orang tua. Sampai akhirnya saya kuliah di jurusan guru seperti inginnya orang tua saya.
Saya kurang paham apakah memang kebanyakan orang tua seperti
itu, senantiasa menyarankan anak perempuannya menjadi guru atau tidak. Tapi
yang jelas ketika saya sudah menikah, dan kelak memiliki anak saya punya
keinginan untuk membebaskan pekerjaan yang akan anak saya pilih baik itu
laki-laki maupun perempuan.
Saya merasa arahan tentang pekerjaan perempuan sebaiknya
guru, sebaiknya begini atau begitu justru lambat laun membunuh cita-cita
perempuan. Anggapan tentang tipe-tipe pekerjaan yang lebih cocok diperankan
perempuan seperti guru, desaigner pakaian, baby sitter, koki masak dan lain
sebagainya yang sering dianggap cocok untuk perempuan itu sedikit aneh.
Sementara ada beberapa deretan pekerjaan yang lebih cocok untuk laki-laki
seperti pilot, tentara, direktur, marketing, programmer dan seterusnya. Betapa
terlihat, kalau dunia tempat kita hidup selalu sibuk mendikotomikan sesuatu.
Pengkelompokan jenis pekerjaan gender itulah yang nantinya
membentuk kelas atau hirarki di tengah masyarakat. Jika sudah begitu, akan ada
satu pihak yang nantinya lebih dimuliakan, dianggap tinggi, dan minta dilayani.
Begitu juga sebaliknya, akan ada pihak yang lebih rendah, boleh diperlakukan
semena-mena dan harus melayani. Padahal proses penciptaan manusia tidak
bertujuan untuk saling menunjukkan siapa yang paling tinggi.
Hal itu barangkali disebabkan karena kodrat biologis
laki-laki dan perempuan yang berbeda. sehingga pekerjaan yang dianggap berat
lebih cocok untuk laki-laki sementara yang lebih ringan lebih cocok untuk
perempuan. Padahal laki-laki dan perempuan punya kemampuan berpikir dan berdaya
guna yang sama. Namun, takdir biologis yang ada pada perempuan juga semestinya
diterima dengan keadilan yang hakiki.
Tapi kemudian, perempuan dipinggirkan dengan beberapa
pekerjaan yang dianggap sebagai pelengkap saja, digaji tidak sama karena
produktifitasnya terganggu dengan takdir bilogis, dan hanya dianggap sebagai
pencari nafkah tambahan saja.
Perempuan dengan setiap takdirnya yang meliputi menstruasi,
mengandung, melahirkan dan menyusui semestinya diterima dengan dukungan dan
ruang aman. Bukan karena takdirnya itu, justru dimarginalkan dari peluang
menggunakan potensinya untuk mengejawantahkan kebaikan di muka bumi ini.
Adanya ruang aman dan dukungan kepada perempuan untuk bebas
memilih profesi yang cocok dengannya adalah salah satu langkah untuk maju baik
secara individu maupun kolektif. Menteri keuangan Sri Mulyani juga menjelaskan,
penghasilan perempuan secara ekonomi akan menunjang kemajuan bagi sebuah
negara. Karena pengelompokan pekerjaan ini juga seringkali perempuan hanya
memiliki kesempatan pendidikan yang kecil. Akibatnya, mereka akan lebih rentan
dengan kemiskinan dibanding laki-laki.
Perempuan yang seringkali tidak diberi pilihan bahkan
peluang, akhirnya hanya ditelan domestik. Misalnya ia terpaksa di rumah saja
karena suami memintanya tidak bekerja dn fokus mengurus anak dan rumah tangga.
Padahal si perempuan merasa rutinitas di rumah membosankan, ia merindukan
aktivitasnya seperti dahulu saat kuliah dan masih lajang. Bertemu dengan teman-teman,
bertukar pikiran, menjadi relawan serta menerbar kebaikan yang luas.
Bukan berarti perempuan yang di rumah saja tidak menebar
kebaikan ya, tapi jika ia punya keinginan untuk beraktivitas di ranah publik,
dan lingkungan justru mengekangnya. Saya rasa saat itulah perempuan gagal
merdeka. Namun, jika perempuan sedari awal memilih untuk di rumah saja mengurus
anak dan ranah domestik. hal itu yang membuatnya nyaman dan dia punya privilege
untuk melakukan itu, maka ia dapat merdeka dengan menjalani apa yang sudah
menjadi keinginannya.
Di sekitar kita mungkin banyak juga profesi yang diambil
oleh perempuan, bankir, dokter, tenaga kesehatan, karyawan swasta, pedagang
ikan, tukang parkir, ojek online, petani, polisi wanita, petugas kebersihan
perempuan, bahkan nelayan. Tapi saya tidak yakin tentang jaminan kelangsungan
kerja, kontrak kerja yang jelas, cuti menstruasi dan melahirkan, dispensasi
ketika anak sakit. Perempuan dengan segala potensi yang ada tentu saja
membutuhkan pemenuhan hak dari kebijakan yang adil secara hakiki. Peraturan
yang memperhatikan setiap kebutuhan dan pengalaman biologisnya perempuan.
Mungkin dapat kita temui, beberapa pekerja perempuan yang
belum mendapat upah yang setara dengan laki-laki padahal beban kerjanya sama.
Hal itu disebabkan, status perempuanya itu dianggap sebagai pencari nafkah
tambahan saja. Sehingga jika digaji tidak full tidak apa-apa. Padahal hal itu
seharusnya mulai digeser dengan penyetaraan. Demi terciptanya ekonomi yang
seimbang dan merata.
Perempuan hari ini sedang memperjuangkan kemerdekaannya
secara utuh, merdeka untuk memilih jalan hidup, jalan karir, dan pekerjaan apa
yang ia sukai. Sementara masih banyak pihak yang belum bisa menerima kenyataan
bahwa hari ini perempuan sudah paham dirinya harus berdaya. Maka dari itu, jika
tulisan ini dibaca oleh laki-laki atau siapapun yang belum setuju bahwa
perempuan berhak memilih pekerjaan yang ia suka, maka kalian harus menyadari bahwa
toxic maskulinity sejatinya mengakibatkan banyak kesulitan. Baik untuk
perempuan maupun laki-laki itu sendiri.
gimana pekerjaan disaat pandemi seperti ini kak
ReplyDeletesaat pandemi tentu saja jadi tantangan tersendiri bagi perempuan kak, tapi kalau kita punya kompromi yang baik pasti bisa
DeleteSetuju mba. Zaman dulu okelah wanita masih sering manut aja dengan apa yg diminta. Tapi zaman sekarang, rasanya udh berhak utk memberikan kebebasan buat semua wanita supaya bisa memilih karir yg dia mau.
ReplyDeleteAku dulu hanya dilarang utk masuk IPS, wajib IPA Ama ortu. Padahal aku benci Ama pelajaran2 eksakta itu. Tapi syukurnya pas kuliah aku diizinin utk ambil akuntansi dan ga hrs jurusan yg berbau IPA.
Untuk anakku nanti, aku bebasin sih dia mau menjadi apa. Yg penting itu sesuai pilihannya.
Mulai jadi parents yang berkemajuan ya mba, sukses selalu
DeleteAku sih setuju banget, perempuan juga punya hak untuk memilih hidupnya ingin dibawa kemana.. Kalau dari saya sendiri asalkan itu bisa membuatkan bahagia, berkembang menjadi lebih baik, dan memberikan manfaat yang banyak bagi banyak orang kenapa tidak.. Kita bakal selalu dukung terus
ReplyDeleteNah laki-laki yang begini nih yang harusnya banyak dikloning pemikirannya. Supaya tradisi patriarki yang seperti mengekang perempuan perlahan mulai terkikis. Thanks Sharingnya yaaa..
Delete