Tulisan Lama Tentang Pengabdian di Pesisir Barat
Sudah tiga tahun yang lalu, sejak aku tinggal di daerah pantai selama 42 hari. Ini adalah program pengabdian dari kampusku dulu. Kami di kirim ke daerah Pesisir Barat Lampung. Desa Pajar Bulan yang merupakan bagian dari Kabupaten Krui, di situlah aku dan empat belas temanku melaksanakan program pengabdian ini. Dan tiga tahun lalu, aku gagal menulis setiap sudut tempat indah itu.
Hanya tulisan ini yang terselip dalam laporan pengabdian. Semoga jadi langkah merawat ingatan.
Kesan yang tak akan pernah saya lupakan dari masyarakat pekon pajar bulan adalah keramah tamahannya. Sebelumnya saya menerka-nerka seperti apa kondisi kultural masyarakat di sini, sempat terbesit rasa khawatir kalau saja tak mendapat sambutan dari mereka. Namun, akhirnya saya begitu bersyukur karena kekhawatiran awal itu tak pernah terjadi.
Masyarakat di Pekon Pajar Bulan juga sangat menjunjung tinggi budaya gotong royong antar sesama. Seperti ketika salah satu warga sedang hajatan, warga lain turut membantu tanpa diberi imbalan dalam bentuk materi pada semua pekerjaan.
Begitu juga dengan Karang Taruna yang lebih sering disebut dengan Muli Mekhanai. Sudah langsung akrab dengan kami, bercanda tawa, bertukar pikiran, sampai bahu membahu turut mewujudkan program kerja KPM kami. Jika saja dihitung berapa getir dan berapa manis, tentu saja rasa manis lebih dominan kami dapat.
Setidaknya jika KPM yang kami lakukan jauh dari kata sempurna, tapi persaudaraan kami dengan warga setempat mendekati sempurna. Setelah kami diperkenalkan dalam forum yang dibuat Peratin, antara KPM dan Karang Taruna bergabung dalam grup wasap. Dari situlah perkenalan kami dimulai, berusaha membangun komunikasi yang baik dengan tujuan dapat bekerja sama dalam segala hal. namun, atas jerih payah itu kita mendapat banyak bonus. Saling akrab bahkan saling menaruh hati.
Apalagi anak-anaknya yang sedari awal begitu antusias dengan kedatangan kami. Seolah posko tak pernah sepi dengan keriuhan mereka ketika membaca buku, belajar bersama atau sekadar melestarikan permainan tradisional.
Menjelang hari perpisahan, masyarakat dari semua rentang usia seperti merasa kehilangan. Barangkali itu semua karena telah tumbuh rasa saling memiliki antara Mahasiswa KPM dan Masyarakat Pekon Pajar Bulan.
Begitu juga yang saya rasakan. Banyak kenangan yang telah saya ukir di sini. Anak-anak mulai menanyakan kapan hari kepulangan, merengek supaya kami lebih lama di Pekon ini, atau bahkan berharap kami tinggal di Pekon ini sampai mereka beranjak dewasa. Ibu-ibu juga tak kalah menghitung hari, menyayangkan keberadaan kita yang hanya 40 hari.
Saat pertama tiba di Pekon Pajar Bulan, penulis masih dipenuhi aroma gamang dalam benak tentang semua kondisi di tempat baru ini. Pukul 05.00 WIB kira-kira, kami sampai di Pekon ini setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 7 jam. Kami langsung menuju Pekon tempat pengabdian, meski belum diserahkan secara resmi oleh kampus.
Namun, dipagi buta itu Bapak Peratin dan Ibu Peratin yan sudah dihubungi sebelumnya langsung menyambut kadatangan kami, kemudian mempersilakan kami istirahat di Posko yang sudah mereka carikan sebelumnya.
Setelah penyerahan dari kampus secara resmi selesai, saya dan 14 kawan satu kelompok akan menjalani kehidupan baru selama 40 hari di Pekon Pajar Bulan. Melakukan penyesuaian diri dengan masyarakat, berbaur, mengaplikasikan keilmuan yang sudah dipelajari selama 7 semester di Menara Cendekiawan.
Kisah inspiratif yang barangkali dapat saya abadikan di sini adalah kesederhanaan dan kebersamaan. Bagai dua sisi mata uang, keduanya tak dapat dipisahkan. Kami datang tidak membawa banyak materi, bahkan ilmu yang kami punya juga tidak mumpuni untuk mengabdi.
Tapi hal-hal sederhana yang kami jalani telah menghasilkan kebersamaan yang begitu berharga. Terutama dengan Karang taruna, aparatur pekon, masyarakat, maupun antarsesama kelompok.
Tidak banyak yang dapat kami berikan dari sebuah pengabdian yang dirasa singkat ini. Justru dari mereka kami belajar segala hal dalam universitas kehidupan. Tentang indahnya gotong royong, bahu membahu, saling membantu, mengukir tawa padahal hanya menyanding air putih saja. Dari situlah penulis belajar arti kesederhanaan dan kebersamaan.
Penulis memerhatikan penduduk Pekon Pajar Bulan mayoritas bekerja di Kebon. Sehingga hal-hal sederhana khas pedesaan begitu kental dirasa. Tidak ada kesenjangan yang berarti antara masyarakat biasa dengan aparatur pekon dan bahkan dengan Peratin. Kehidupan mereka seolah sama, sama-sama sederhana.
Mengikat Tawa selama 40 Hari Untuk Dirindui 40 Tahun
Jika saja diizinkan untuk membandingkan, bagi saya yang paling berkesan dari pengabdian ini adalah kerjasama, koordinasi dan kebersamaan yang terjalin dengan Karang Taruna. Meski awalnya kami sedikit takut dan khawatir jika saja mereka tidak menyukai pendatang seperti kami. Namun akhirnya kekhawatiran itu menjauh, ditepis keseruan disetiap kegiatan yang tak pernah absen dari bantuan mereka.
Hampir setiap program kerja kami Karang Taruna terlibat, mulai dari rapat sampai larut malam, mempersiapkan acara, atau peralatan ketika gotong royong, sampai beres-beres ketika agenda telah usai. Posko kami seolah sudah jadi rumah kedua mereka.
Setiap hari pasti ada saja yang berkunjung, meski hanya sekadar ngopi, bermain gitar, bernyanyi, berdiskusi tentang kemajuan pekon ala pemuda, sampai saling bully karena kami berbeda bahasa.
Tapi justru dari bully-an itu kami mudah berkoordinasi dan membangun sinergi. Namun tidak hanya mereka yang terus menerus membantu kami, tentu ada timbal balik dari sebuah kerja sama, kami juga turut andil pada agenda mereka.
Seperti kebulung, yaitu gotong royong yang hanya dilakukan pemuda untuk mencari daun rilik, pembungkus kue ketika ada yang sedang hajatan. Bahkan mencuci tikar bersama disungai selepas acara lempar selendang yang diadakan karang taruna untuk menyambut kedatangan kami.
Suatu hari sempat pula disampaikan Bapak Peratin, pada sebuah obrolan ringan berteman secangkir kopi di kediamannya. Bahwasannya beliau kagum dengan Karang Taruna yang melindungi rekan-rekan KPM ketika ada pemuda luar yang barangkali berniat buruk dan menanyakan Posko KPM di sebelah mana. Mendengar itu kami begitu terharu, akan jiwa persaudaraan yang mereka gaungkan.
Hari-hari telah kita lalui bersama, melakukan banyak hal, berlelah-lelah ria, hingga waktu tak terasa begitu tega menghujam kami dengan detik-detik perpisahan. Mereka yang akan ditinggalkan mulai menampakkan sinyal kepanikan akan perpisahan.
Semula kami tak ingin mengutuk perpisahan sementara ini, namun menjelang kepulangan kami dihari ke-42 itu. Semua tak sanggup menahan air mata, mulai dari anak-anak TPA merengek manja agar kami di sana lebih lama, ibu-ibu yang katanya sudah dewasa tetap tak kuasa membendung air mata, apalagi para pemudi dan pemuda yang hampir setiap hari bersama.
Mereka seperti marah terhadap pertemuan yang dipersingkat oleh waktu. Tak ada yang dapat melakukan perlawanan, kami hanya dapat bersepakat untuk menabung rasa rindu untuk dibayarkan pada pertemuan selanjutnya.
Inilah beberapa foto tentang Pajar BulanIni sungai yang ada di Pekon Pajar Bulan |
Waktu kita bertamasya ke Pantai Tanjung Setia Bareng anak-anak |
Di sana banyak banget bocil, dan sekarang mungkin udah pada gede haha |
udah ga ngerti sama konsep foto ini wkwk |
pokoknya foto berdua teros haha |
masih lagi.... |
piknik bareng buibu di Pantai |
Setelah mencuci tikar |
Klayapan.. |
Seru banget oh KKN atau pengabdian2 gini. Huhuhu aku yg kuliah kelas karyawan ga pernah ngerasain. Tapi selalu seru liat atau denger cerita teman2 yg rasain
ReplyDeleteWah KKN jauh sekali yach. Seru banget pengalaman bersama warga yagn sangat sederhana dan penolong. Mudah2an semua yang dipelajari di desa menjadi acuan saat bekerja.
ReplyDeletemembacanya membuat aku kangen sama momen KKN,
ReplyDeleteDulu aku KKN di daerah palembayan Kab. Agam.
Lokasinya asri banget, warganya juga ramah-ramah. Dan aku sampe ketemu Ibu angkat disana.
Perpisahan memang bikin sedih, apalagi ini lebih dari sebulan bareng2 berkegiatan.
ReplyDeleteMemang seru sih momen KKN yang tak terlupakan
Aku jadi kangen masa-masa KKN dulu mba. Pengalaman begini sudah terlupakan ya mba, dan banyak banget kenangannya.
ReplyDeleteWah, lumayan lama ya mbak pengabdiannya
ReplyDeletePasti banyak pengalaman yang berkesan ya
Aku jadi ingat masa masa KKN nih
Salah satu yang bisa jadi pengalaman menarik memang soal 'culture shock' terutama bahasa. Pasti kendala perbedaan bahasa suka jadi bahan candaan tapi malah bisa lebih menguatkan kebersamaan.
ReplyDeleteDuh mba, aku jadi ikutan sedih baca cerita perpisahan kalian. Huhu
ReplyDeleteKarang Taruna tuh memang jiwa loyalitas dan gotong-royongnya tinggi sekali ya mba. Keren banget kalian.
Saya selalu iri kalo ada orang yang bisa punya pengalaman pengabdian atau KKN gini. Belum pernah main jauh sampe ke daerah2 di luar Jawa yg sampe berbulan2 hehe
ReplyDelete