Alasan Kenapa Perempuan Harus Berperan di Ranah Publik
Saya belum yakin, jika hari ini perempuan sudah benar-benar maju baik secara ekonomi dan sosial. Saya cukup prihatin memperhatikan ketimpangan dan ketidakadilan terus menimpa perempuan tanpa henti.
Seakan menjadi perempuan
memang penuh resiko. Setiap hari, sebagai perempuan, saya terus memvalidasi
pengetahuan dan pengalaman. Kemudian saya menganalisis bagaimana lingkungan
sekitar memperlakukan perempuan.
Ketika kecil, perempuan akan diajarkan peran-peran keibuan oleh orang tuanya. Harapannya, kelak ketika dewasa, perempuan sudah siap menjalankan peran itu. Kebanyakan peran-peran yang diajarkan kepada anak perempuan adalah peran domestik, rasanya punya keterampilan membersihkan rumah dan mengasuh anak adalah wajib bagi perempuan.
Menjadi ibu yang baik dan boleh bekerja asal tidak
lupa dengan kewajibannya mengurus rumah tangga merupakan kehidupan ideal
seorang perempuan yang digambarkan oleh orang tua kepada anak perempuannya.
Berbeda dengan laki-laki, ketika kecil, mereka dimaklumi jika seharian pergi bermain. Ketika tidak membereskan tempat tidurnya, tidak mencuci bekas piringnya, tidak menyapu, dan tidak membantu ibu, semua itu akan dimaklumi. “Yah namanya laki-laki”.
Laki-laki juga dituntut menjadi tangguh dan
kuat, tidak boleh lemah apalagi cengeng. Karena harga diri seorang laki-laki
adalah bekerja. Ketika dewasa dan menikah, laki-laki harus menanggung keluarga.
Nilai-nilai seperti ini, akan menimbulkan hirarki antara relasi
laki-laki dan perempuan. Muncul yang namanya relasi kuasa di antara laki-laki
dan perempuan. Akhirnya, akan ada pihak yang merasa harus dihormati, berada di
atas dan boleh sewenang-wenang. Juga ada pihak yang harus patuh dan boleh
diperlakukan semena-mena.
Hari ini, perempuan sedang berjuang menjadi setara. Perempuan ingin
memperbaiki dan memperkenalkan peran-peran mereka. Terutama perannya di ranah
publik yang memang banyak diperlukan. Seperti tenaga kesehatan, pengambil
kebijakan, pembicara, peneliti dan masih banyak lagi pos-pos pekerjaan yang
bisa diperankan perempuan dengan akal dan potensinya.
Sebagai manusia, perempuan juga memiliki tugas yang sama dengan laki-laki, menjadi khalifah di muka bumi. Maka tentu saja, perempuan boleh, bahkan harus tampil di ranah publik, perempuan boleh mengesampingkan peran domestiknya, jika perannya di publik lebih penting karena menyangkut kepentingan orang banyak.
Dan yang paling penting, laki-laki boleh bahkan harus
membantu perempuan agar mereka menjalin relasi yang setara baik di ranah publik
maupun rumah tangga. Laki-laki tidak haram menyentuh pekerjaan domestik seperti
meyapu, mencuci, memasak dan mengasuh anak.
Perempuan dengan segala pengalaman biologisnya, meliputi menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui harus mendapat keadilan hakiki bukan hanya keadilan yang memperlakukan perempuan dan laki-laki secara sama. Namun, Keadilan yang mempertimbangkan setiap pengalaman biologis perempuan.
Sehingga kebijakan yang dihasilkan akan ramah terhadap perempuan. Sebagai
contoh kecil, fasilitas publik yang menyediakan ruang laktasi, cuti menstruasi,
cuti hamil, kamar mandi yang tersedia kaca, pembalut dan air bersih. Kemudian,
memberikan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan dan pelecehan terhadap
perempuan.
Terwujudnya keadilan hakiki akan menjadikan perempuan memiliki
ruang aman. Mereka dapat mendayagunakan seluruh potensinya secara maksimal
tanpa khawatir ketimpangan, pelecehan, stigma, dan kekerasan akan menimpa
dirinya.
Perempuan yang berani berperan di ranah publik sejatinya akan memberi
dampak yang baik untuk diri sendiri, lingkungan dan bahkan negaranya. Maka
penting untuk membuka akses pendidikan seluas-luasnya untuk memberikan
kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Supaya perempuan dapat
berperan aktif setiap pengambilan keputusan, baik di dalam keluarga maupun di
ranah publik. Ketika perempuan memiliki peran dalam pengambilan keputusan, maka
perempuan juga akan merasakan manfaat dari hasilkebijakan dan pembangunan.
Sebenarnya banyak alasan mengapa perempuan punya peran yang penting di ranah publik. Pertama, perempuan dapat mewakili suara perempuan lain, selama ini mungkin ada banyak suara perempuan yang tidak terdengar. Tentang pengalaman ketubuhannya yang sering dianggap sebagai kodrat, jarang diperhatikan sebagai isu yang harus dibahas.
Tentang segala kerepotan perempuan
yang dibebani dengan stigma negatif dan beban ganda juga belum banyak
dibicarakan sebagai sesuatu yang mendesak. Padahal suara perempuan sangat
penting untuk memperlihatkan kebutuhan perempuan sendiri. Sehingga pengambilan
keputusan dan regulasi yang berlaku akan memperhatikan peran dan pengalaman
biologis perempuan.
Kedua, perempuan yang tampil di ranah publik juga dapat memberi contoh dan membawa semangat untuk perempuan lain. Ketika perempuan satu persatu mulai menularkan keberdayaan, maka perlahan akan banyak perempuan yang sadar bahwa dirinya harus berdaya pula.
Perempuan tidak lagi menjadi burung dalam sangkar
yang masih terjebak dalam asuhan patriarki yang memang membatasi ruang gerak
perempuan. Dengan kesadaran itu, perempuan akan terpanggil untuk maju baik
secara ekonomi maupun sosial.
Ketiga, perempuan yang berani tampil di ranah publik juga dapat menegaskan bahwa perempuan adalah manusia yang utuh. Perempuan sebagai manusia yang merupakan subjek utama kehidupan, bukan sekadar makhluk kelas dua atau hanya makhluk sesksual saja. Ketika perempuan hanya dianggap sebagai makhluk seksual, yang muncul dari dalam dirinya adalah keindahan yang melenakan.
Perempuan jadi
tidak boleh tampil karena setan akan mengindahkannya. Padahal, semua manusia
diminta untuk ghadul bashar, yang artinya bukan sekadar menundukkan pandangan
mata. Melainkan menundukkan segala pikiran yang hanya tertuju pada persoalan
seksual saja.
Keempat, Perempuan yang terlibat aktif dalam dunia pekerjaan di ranah publik tentu saja akan membangkitkan kemajuan ekonomi. Baik ekonomi dalam keluarganya maupun negaranya. Ketika perempuan berdaya secara ekonomi, resiko kemiskinan perlahan berkurang. Karena bagaimanapun juga, ia punya kemandirian ekonomi, sehingga tidak mengandalkan atau bergantung pada orang lain.
Selain itu,
perempuan yang tidak memiliki kemerdekaan ekonomi adalah yang paling rentan
terhadap kekerasan dan kemiskinan. Maka perempuan yang berdaya secara ekonomi,
juga perlahan menutup mengikis kerentanan terhadap kekerasan.
Kelima, perempuan yang berperan di ranah publik juga dapat mewujudkan peradaban yang semakin maju. Ketika perempuan dan laki-laki dipandang sebagai manusia yang setara, penindasan atas relasi kuasa perlahan akan terkikis.
Sehingga
semua orang punya posisi yang sama, tidak ada yang merasa di atas dan tidak ada
yang merasa harus menuruti perintah. Akan terwujud relasi yang saling
menghargai dan menghormati. Pemenuhan kebutuhan masing-masing juga akan merata,
sehingga terwujudlah peradaban yang damai dan tenteram.
Pada zaman Rasulullah, saw. Perempuan juga memiliki peran-peran publik yang penting. Seperti dokter, perawat, panglima perang pedagang dan lain sebagainya. Istri rasulullah, Siti Khadijah r.a juga merupakan pedagang yang sukses.
Artinya agama Islam tidak membatasi ruang gerak perempuan. Sejatinya,
jika laki-laki dan perempuan dapat membangun relasi yang setara. Mereka akan
mewujudkan kolaborasi yang indah.
Akhirnya, perempuan dengan segala kompleksitas dan pengalaman
biologisnya dapat berperan dalam pembangunan dan kemajuan. Agama Islam juga
begitu memuliakan perempuan. Namun, bukan berarti perempuan dibatasi ruang
geraknya, kemudian ia dipaksa berdiam diri di rumah karena itu mulia. Justru
jika perempuan dapat menebar kebaikan seluas-luasnya akan menambah
kemuliaannya. Karena sejatinya, perempuan yang berkemajuan adalah mereka yang
berani tampil ke depan dan menyuarakan suara-suara perempuan yang tidak
terdengar selama ini.
0 Response to "Alasan Kenapa Perempuan Harus Berperan di Ranah Publik"
Post a Comment