Hometown Cha Cha Cha Lebih dari Sekadar Drama Ringan
Semula memutuskan nonton drakor #HometownChaChaCha karena pemainnya Kim Seon Ho. Penasaran dengan nasibnya kali ini, karena di drakor sebelumnya dia menjadi Secon Lead yang berhasil merebut simpati banyak cewe-cewe. Sampai perpecahan pun tak terhindarkan, yang menyebabkan munculnya sekte Han Ji Pyeong dan sekte Nam Do San.
Namun, di awal episode, drama ini malah tidak begitu menarik menurut saya. Baru di episode ke 2 mulai muncul pesonanya. Bercerita tentang seorang dokter gigi yang hijrah ke desa pinggir pantai karena kesal dengan atasan tempatnya bekerja. Kemudian dia bertemu seorang laki-laki pekerja serabutan Hong Du Sik yang diperankan oleh Kim Seon Ho.
Walaupun kisahnya cenderung predictable, tapi drakor ini menggambarkan karakter real orang-orang yang hidup di desa. Keramah-tamahan, kepedulian, stigma negatif terhadap perempuan yang berpakaian mini, dan akses kesehatan yang sulit. Orang-orang di desa yang masih mempertahankan tradisi luhur, akan sulit menerima kebiasaan baru atau budaya baru. Seperti yang digambarkan Nenek Gham Ri dan kawan-kawan di sini.
Saya mulai antusias menonton ketika ada adegan pelecehan seksual, kemudian si Hong Banjang atau Hong Du Sik, melaporkan pelaku ke polisi dan polisi berpihak penuh pada korban. Sehingga pelaku berhasil diadili. Sangat menginspirasi dan menarik karena membawa isu kekerasan seksual lewat drama. Memang benar, untuk kasus kekerasan seksual bukti paling otentik adalah kesaksian korban. Adegan ini sekaligus menjadi kampanye bagaimana seharusnya pihak berwajib memperlakukan korban kekerasan seksual dan mengadili pelakunya.
Episode-episode selanjutnya kita disuguhkan perilaku dua manusia yang sedang jatuh cinta. Kita sedang dihibur dengan realitas orang-orang baru pacaran yang kadang bikin geli. Namun, lebih dari ekspektasiku, drakor ini juga menyuguhkan tema parenting. Bagaimana pasangan bercerai tetap berusaha sepenuhnya memberikan pola asuh yang tidak toksik kepada anak.
Dan lagi, di episode kek-13 ini, benar-benar mengandung bawang karena ada scene pertikaian antara pasangan muda yang sedang menantikan kelahiran anak keduanya. Drama ini seperti memperlihatkan bahwa belum banyak laki-laki yang memahami beban ganda yang menimpa perempuan. Bentuk ketidakadikan gender satu ini, nyaris di alami oleh setiap perempuan. Dia akan lebih bersedih jika pasangannya tidak pernah mau mengerti tentang pengalaman biologisnya.
Mungkin banyak perempuan akan mengidamkan laki-laki seperti Hong Banjang, yang meskipun pekerjaannya serabutan, tidak aesthetic ketika dipamerkan pada teman-teman saat reuni. Tapi dia punya standar hidup sendiri. Dan yang paling penting, Hong Banjang juga sigap dan peka dengan pengalaman biologis perempuan.
Episode 1-15 Drakor #HometownChaChaCha sukses mengusung banyak isu penting. Di antaranya adalah kekerasan seksual, stigma negatif perempuan, stigma negatif keluarga broken home, persoalan sampah, dan pentingnya penggunaan sabun organik. Ada banyak pesan positif yang tersemat dalam drakor Hometown Cha Cha ini.
Kini di episode terakhir nya, #HometownChaChaCha berhasil bikin mupeng dengan kelakuan first couple yang tidak sabar ingin menikah. Menariknya si perempuan (Hye Jin) membuat daftar kesepakatan yang isinya tentang pembagian tugas domestik dalam rumah tangganya.
Tentu saja scene ini harus banyak ditonton banyak anak muda. Kesepakatan tentang pembagian kerja domestik akan menyelamatkan perempuan dari beban ganda. Selain itu, hal ini juga dapat menjaga relasi yang setara antara suami dan istri.
Scene ini juga cukup lucu, Hye Jin mengakui bahwa dirinya buruk dalam hal memasak. Berbanding terbalik dengan Si Laki-laki, Hong Banjang, yang meskipun ia laki-laki, dirinya begitu terampil memasak. Hal ini menegaskan bahwa tidak apa jika perempuan tidak pandai memasak. Pun sebaliknya, bagus saja jika laki-laki pandai memasak.
Ini akan kontradiktif dengan nasehat orang tua produk patriarki. Mereka sering menekankan bahwa perempuan sebaiknya pandai memasak, supaya laki-laki tidak sering jajan nantinya. Atau sering saya mendengar ucapan seperti ini saat di rumah sedang repot.
"Wah ervi iki sing masak? Enak lo, wes pantes rabi lah iki"
Seolah-olah bisa memasak adalah takaran seorang perempuan sudah boleh menikahš¤£. Lah terus kalau belum bisa masak belum boleh menikah gitu??
Meskipun ini barangkali sekadar guyonan saja, ya tetap ungkapan-ungkapan itulah akhirnya yang menjadi nasehat. Padahal menikah bukan saja soal kemampuan memasak atau kemampuan domestik lainnya. Lebih dari itu banyak hal yang perlu di matangkan. Manajemen emosi, literasi finansial, cara membagi waktu dan masih banyak lagi.
Lagi-lagi, drakor yang seringnya dianggap tontonan mesum, alay, dan tidak berguna itu. Ternyata banyak juga pesan moralnya.
Yeay, sama-sama, terima kasih sudah membaca.
ReplyDelete