Masih Ada Sampah di Antara Kita
Setelah enam tahun tinggal di Kota Metro, ini kali pertama aku berkunjung ke Pengelolaan Akhir Sampah dan Instalasi Lumpur Tinja. Kunjungan ini merupakan hunting story Kota Metro yang menjadi bagian acara Sekolah Perempuan Payungi (SPP) Vol. 2 Women & Environment Studies
Ketika datang kami disambut dengan aroma khas sampah organik dan anorganik, keduanya telah membentuk perpaduan yang begitu erat. Sambutan ini sekaligus mengingatkan betapa tingginya tumpukan dosa-dosa ekologis yang kami lakukan selama bertahun-tahun lamanya.
Aku tidak tahu, akan seperti apa tempat ini lima sampai sepuluh tahun ke depan. Tapi rasanya dengan melihat ini, timbul rasa ingin mengurangi penggunaan plastik dan berbagai benda yang akan berakhir di tempat ini.
Rasanya membeli ayam geprek dengan styrofoam, beli minum kemasan, segala rupa plastik belanjaan, pernak-pernik cantik yang terasa lucu namun akhirnya dibuang, itu semua seperti dosa yang kita lakukan selama ini. Entah kenapa, ada rasa bersalah yang cukup besar ketika aku masih saja menggunakan pembalut instan. Semata karena simple, praktis, dan mudah digunakan.
Sampah adalah salah satu masalah lingkungan yang sulit sekali diselesaikan oleh manusia. Banyak hal tentu saja perlu dibenahi, baik itu yang bersifat top-down maupun down-up. Artinya masyarakat dan pemerintah harus sama-sama berperan aktif menyelesaikan persoalan sampah.
Sebagai remaja, kita punya beberapa power yang bisa dikeluarkan. Kita punya followers di sosial media. Melalui media kita dapat menyebarkan dan menularkan kebiasaan baik. Bahkan kalau bisa kita ciptakan trend baru dengan gaya hidup yang bersahabat dengan lingkungan. Kemarin, Sabtu (16/10), setelah mendengar pemaparan tentang lingkungan dari pak Yerri Noer Kartiko akhirnya aku terpanggil untuk peduli soal sampah.
Setidaknya ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk tidak memperparah luka lingkungan. di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, mengurangi penggunaan plastik, misalnya dengan membawa kantong belanja sendiri saat ke pasar dan ke warung. Kemudian kita dapat membawa botol minum sendiri kemanapun pergi. Terkesan sederhana, tapi sebenarnya kebiasaan ini sangat sulit dilakukan. Tapi, kalau kita melakukannya bersama-sama rasanya akan ringan.
Di WES sendiri, saya melihat kalau ada salah satu yang tidak bawa botol minum pasti ada rasa malu, karena sudah dibiasakan kami selalu membawa botol minum. Jadi, kalau kebetulan lupa ndak bawa, siap-siap puasa. Hla gimana kalau mau sharing, zaman corona gini kadang mikir² yang mau doajak sharingš¤£
Kedua, kita dapat mengaktifkan silent mode pada smartphone. Supaya baterai hape tidak cepat habis, sehingga kita juga dapat menghemat energi listrik. Tentu kita masih ingat dengan film Sexy Killers, bagaimana listrik yang kita nikmati ini berasal dari batubara. Batubara adalah hasil bumi yang terbatas, belum lagi asapnya juga mencemari lingkungan.
Ketiga, Menerapkan Gaya Hidup Minimalis. Menghindari koleksi, sering beli baju, atau benda-benda lain yang kurang fungsional. Ini sebenarnya yang sangat sulit dilakukan apalagi bagi perempuan. Aku sendiri sudah sejak lama punya keinginan untuk tidak konsumtif soal pakaian. Tapi kadang, ada seragam yang jilbabnya belum punya warna pas. Akhirnya beli.
Kalau mau kondangan kadang pengen punya baju yang bagus. Nah, yha inilah masalahnya. Gaya hidup minimalis belum jadi trend di antara kita. Makanya kalau bajunya itu-itu aja masih bikin insecure.
Keempat, Pentingnya Edukasi Soal Lingkungan Sejak Dini. Ini erat kaitannya dengan pola asuh dan gaya pendidikan kita. Bagaimana anak-anak seharusnya tidak dibiasakan menghasilkan sampah. Bagaimana anak-anak dibiasakan bertanggung jawab menghabiskan makanannya. Dan bagaimana anak-anak punya awareness terhadap isu-isu lingkungan yang ternyata buruk bagi bumi kita.
Setelah pulang dari tempat Pengelolaan sampah tadi, aku termenung. Menyadari bahwa sebagai manusia kerap sekali kita egois. Tidak menjalin relasi yang baik dengan lingkungan. Tapi kesedihan ini mungkin tidak berdampak besar pada lingkungan. Maka peran kalian yang membaca cerita ini juga sangat dibutuhkan untuk membantu dalam gerakan-gerakan menjaga lingkungan.
Selain itu, peran pemerintah juga punya andil yang cukup besar. Misalnya dengan regulasi yang tegas terhadap mereka yang terus membuang sampah sembarangan. Aku jadi, ingat Drama Hometown ChaChaCha, di Desa Gongjin, masyarakat menuntut pada Kepala Desa untuk memasang CCTV di beberapa tempat. Supaya tahu siapa yang suka buang sampah sembarangan, agar kemudian ia menerima konsekuensinya.
Semoga suara kecil ini dapat kita jadikan refleksi bersama.
0 Response to "Masih Ada Sampah di Antara Kita"
Post a Comment