Mulai Mitigasi Perubahan Iklim dengan Langkah Sederhana
Lahir di keluarga pedesaan membuat saya lebih suka membuat makanan sendiri daripada jajan di luar. Saya juga bukan tipikal orang yang suka ngemil, karena ketika sudah makan nasi dan merasa kenyang rasanya sudah cukup. Apalagi track record sebagai anak kos yang harus menekan alokasi jajan kepada pos-pos pengeluaran yang lebih penting, semua itu membuat saya mempersempit kesempatan jajan.
Dua tahun belakangan, saya bertemu dengan seorang laki-laki
yang kelak menjadi pasangan hidup saya. Ia yang tumbuh besar di kota kecil yang
lebih ramai, membuatnya besar dengan budaya yang menormalkan kebiasaan jajan
atau sekadar membeli makanan instan. Sehingga, awal pernikahan kami berdua
saling menyesuaikan latar belakang kebiasaan ini.
Setelah menikah, saya masih aktif berkomunitas pada gerakan
perempuan dan lingkungan. Sehingga kesadaran akan persoalan lingkungan seperti
sampah, perubahan iklim ekstrim, dan pencemaran lingkungan telah berhasil
mengetuk hati saya untuk punya cita-cita menjalankan hidup yang bersahabat baik
dengan lingkungan.
Saya punya mimpi-mimpi kecil, untuk membentuk ekosistem
sehat dan menjalin relasi sehat dengan lingkungan. Di komunitas kami juga
sering mendiskusikan hal-hal kecil yang dapat membantu pengurangan sampah
plastik.
Membangun rumah tangga di usia muda membuat saya ingin
menjadi pasangan muda yang senantiasa menebarkan kebaikan. Perubahan iklim
ekstrim yang sering terjadi cukup membuat saya merasa punya tanggungjawab. Saya sedih
mendengar bencana alam terjadi seperti banjir dan tanah longsor, semata karena
ulah tangan manusia sendiri.
Sebagai bagian dari #MudaMudiBumi, banyak hal yang dapat
dilakukan pemuda dalam gerakan mitigasi perubahan iklim. Mitigasi perubahan
iklim sendiri merupakan usaha untuk mengurangi resiko terhadap peningkatan
emisi gas rumah kaca. Pemuda sebagai elemen yang memiliki semangat tinggi serta
peluang menghadapi masalah lingkungan yang lebih kompleks di masa depan, tentu
punya peran penting dalam hal ini.
Fakta Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar
nomor 2 di dunia dan berada satu peringkat di bawah China. Seharusnya menjadi
hal menarik bagi pemuda untuk pelan-pelan mulai memikirkan gerakan positif
menjaga lingkungan, berperan aktif dalam mengajak orang-orang sekitar peduli
dengan lingkungan, serta memberi contoh aksi-aksi peduli lingkungan agar
semakin banyak pemuda lain yang tertular melakukannya dan menyadari bahwa
#UntukmuBumiku.
Aktivitas Sederhana yang Dapat Dilakukan dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Jika berkampanye lingkungan dan mengentaskan permasalahan sampah terasa begitu sulit. Setidaknya masih ada hal-hal sederhana yang dapat kita lakukan sebagai ikhtiar terhadap dosa-dosa ekologis yang rasanya sulit dimaafkan. Hal sederhana tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi Penggunaan Pembalut Sekali Pakai
Pembalut sekali pakai merupakan problem dilematis yang
dialami oleh perempuan. Ketika isu lingkungan paling berdampak bagi perempuan,
di sisi lain perempuan juga sulit keluar dari kebiasaan menggunakan pembalut
sekali pakai. Di komunitas Women and Environment Studies Payungi, saya dan
teman-teman kerap membahas isu ini. kami mengakui bahwa belum sepenuhnya dapat
terlepas dari belenggu pembalut sekali pakai. Apalagi mobilitas yang padat,
membuat kami berpikir ulang menggunakan pembalut kain yang penggunaannya
membutuhkan waktu pencucian dan pengeringan.
Sebetulnya, sejak pertama kali mendapatkan menstruasi, ibu
saya mengajarkan untuk menggunakan pembalut dari kalin. Alasannya, pembalut
kain dapat dicuci dan dipakai secara berulang. Tidak perlu mengeluarkan uang,
seperti kita membeli pembalut instan. Alasan, yang sangat masuk akal bagi
penduduk desa dengan penghasilan menengah ke bawah.
Namun, ketika sudah bekerja, merasa memiliki uang, saya
justru meninggalkan kebiasaan baik itu. Saya memilih menggunakan pembalut
sekali pakai yang lebih praktis dan mudah didapatkan. Bayang-bayang dosa
ekologis, kemudian membuat saya berefleksi. Akhirnya saya memutuskan membeli
produk pembalut yang dapat dipakai secara berulang-ulang. Ke depan saya
berjanji akan belajar menggunakan menstrual cup, untuk memutus rantai
ketergantungan dengan pembalut instan agar tumpukan sampah berkurang.
Jika hal ini hanya dilakukan oleh saya, mungkin dampaknya tidak seberapa. Tapi jika kebiasaan baik menggunakan pembalut yang dapat dipakai kembali ini dilakukan oleh banyak perempuan. Saya rasa kita akhirnya dapat turut berkontribusi dalam gerakan mitigasi perubahan iklim.
2. Menggunakan Silent Mode pada Smartphone
Sebenarnya saya juga baru terpikirkan, ternyata aktivitas
men-silent handphone ini punya dampak pada lingkungan. Baterai hanphone kita
membutuhkan energi listrik untuk menambah daya, sementara listrik yang kita
nikmati saat ini berasal dari sumber daya alam yang sulit di perbarui. Listrik
yang banyak kita gunakan berasal dari batubara. Penambangan batubara juga punya
dampak yang kurang baik untuk lingkungan. Belum lagi kapal tongkang yang
mengangkut batubara juga merusak karang di lautan. Lebih ironis lagi, banyak
masyarakat yang memperoleh kualitas udara buruk di sekitar perusahaan listrik.
Maka dengan ini, kita semestinya dapat merelakan diri untuk
lebih hemat lagi dan lagi terhadap penggunaan listrik. Cabut charger hape dan
segala aktivitas elektronik jika sudah tidak digunakan. Karena jika tetap
menyolok pada stop kontak akan menguras daya sebanyak 20%.
3. Membiasakan Bawa Botol Minum Ketika Pergi
Terkesan ndeso dan kekanakan mungkin jika kemana-mana harus
membawa botol minum. Padahal aktivitas ini sangat banyak manfaatnya. Ketika
membawa botol minum sendiri bukan saja sampah plastik yang dapat dikurangi,
namun juga pengeluaran ekonomi. Membawa air minum sendiri tentu akan lebih
sehat, sebab kita tahu betul darimana asal air yang akan kita minum setiap
harinya.
Kebiasaan membawa botol minum jika dijadikan sebuah trend
akan bagus sekali. Bayangkan jika pada suatu sirkel mayoritas orangnya
senantiasa membawa botol minum. Kemudian jika ada salah satu saja yang tidak
membawa botol minum, pasti rasanya akan malu. Malu untuk sekadar meminta sharing
air minum. Apalagi masa corona begini, kita tidak diperkenankan sharing makanan
dan minuman dalam satu sendok.
4. Membawa Kantong Belanja Sendiri
Membawa kantong belanja sendiri sebenarnya sudah dicontohkan
oleh orang tua kita zaman dahulu. Mereka pasti akan membawa sangkek (baca: tas
belanja), ketika akan pergi ke pasar. Namun belakangan, jika kita pergi ke
pasar sudah jarang ibu-ibu atau perempuan yang menenteng tas sayuran. Mereka
lebih menenteng plastik pemberian si penjual.
Lama kelamaan, tas belanja sayur juga jarang kita temukan.
Saya sendiri berusahan konsisten menggunakan tas belanja sendiri ketika pergi
ke pasar, warung atau swalayan. Saya biasanya membawa kresbag atau plastik
khusus yang saya pakai belanja berulang. Meskipun terkadang, ketika pulang dari
suatu tempat dan tidak membawa wadah yang cukup besar saya juga masih membeli
sesuatu dari warung berwadahkan plastik.
5. Membawa Tempat Makan Sendiri Ketika Membeli Makanan di Luar
Sadarkah kita, bahwa kemasan makanan yang kita hasilkan dari
pembelian makan di luar seperti styrofoam, plastik dan kertas nasi merupakan
sampah terbanyak yang sering kita jumpai. Maka tidak ada salahnya membeli
makanan di luar rumah, namun tetap menggunakan tempat makan yang dipakai
kembali.
Di kota saya, ada salah satu tempat ngopi yang memberi
diskon khusus bagi pembeli yang membawa botol minum sendiri. Barangkali hal ini
juga dapat direplikasi di banyak tempat. Bagaimana usaha kecil menengah juga
turut andil dalam mitigasi perubahan iklim. Misalnya dengan memberikan diskon
khusus bagi pembeli yang mau membawa tempat makan sendiri.
Sebagai pemuda, kita tentu harus jadi garda terdepan,
memberi contoh dan terus menularkan kebaikan demi mitigasi perubahan iklim. Jika
aksi ini secara konsisten dilakukan oleh banyak orang. Bukan hal mustahil jika
kita dapat menahan terjadinya perubahan iklim ekstrem.
6. Decluttering Pakaian
Aktivitas menata baju dan mengeliminasi pakaian yang sudah
tidak ingin dipakai sebenarnya juga melatih diri agar tidak impulsif membeli
pakaian baru hanya karena tidak ingin ketinggalan zaman. Kegiatan konsumtif
pakaian memicu pencemaran lingkungan yang cukup besar. Limbah yang dihasilkan
industri pakaian mencemari air di sekitarnya. Semakin banyak permintaan pasar,
maka akan semakin banyak produksi pakaian yang dilakukan. Semakin banyak
produksi yang dilakukan maka pecemaran lingkungan juga semakin besar.
7. Meminimalisir Sampah Makanan
Siapa di sini yang masih sering menyisakan makanan di
piring? Selain nilai syukur yang menjadi alasan mengapa kita harus senantiasa
menghabiskan makanan kita. Ternyata sampah makanan yang kita buang tidak
memberi dampak yang baik bagi lingkungan.
Akademisi Institut Pertanian Bogor
(IPB), Dodik Ridho Nurrochmat, menyebut, Indonesia merupakan negara pembuang sampah makanan terbesar di dunia. Nyaris 5.000 ton sampah makanan dihasilkan setiap harinya.
Sayangnya, sekitar 50% dari total 4.280 bank sampah yang masih aktif.Seharusnya menjadi hal menarik bagi
pemuda untuk pelan-pelan mulai memikirkan gerakan positif menjaga lingkungan,
berperan aktif dalam mengajak orang-orang sekitar peduli dengan lingkungan,
serta memberi contoh aksi-aksi peduli lingkungan agar semakin banyak pemuda
lain yang tertular melakukannya.
Gaya hidup minimalis yang diperkenalkan negara jepang maupun
aturan agama yang menyarankan tidak hidup secara-berlebih-lebihan pada akhirnya
memberikan pesan yang sama. Ada relasi antara manusia dan lingkungan yang harus
kita jaga. Jika relasi itu buruk, bukan hal yang mustahil jika perubahan iklim
ekstrim terus terjadi.
8. Meminimalisir Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM)
Seperti yang kita tahu, bahan bakar yang kita gunakanan
pada kendaraan berasal dari minyak bumi yang sulit diperbaharui. Banyak hal
yang dapat kita lakukan sebagai pemuda yang berpihak pada kelestarian lingkungan.
Misalnya, bersepeda, dapat dijadikan hobi sekaligus aksi untuk peduli dengan
pengurangan emisi gas rumah kaca.
Menjadi keren tidak harus punya kendaraan pribadi yang
mewah, menjadi keren juga dapat diwujudkan dengan rajin mengendarai angkutan
umum supaya dapat mengurangi penggunaan BBM. Selain itu, kita juga akan lebih
mengenal banyak elemen masyarakat yang mengingatkan kita pada bannyak
pelajaran.
Melalui tulisan ini, saya mengajak kalian
#TimeforActionIndonesia untuk berperan aktif menjaga lingkungan. Bagaimana hal-hal
sederhana yang kita lakukan, seperti menjalankan hobi bersepeda, kulineran
dengan tetap meminimalisir sampah, bahkan hobi berbelanja pun, dapat menjadi
sebuah aksi dan kontribusi bagi mitigasi perubahan iklim.
Saya bersumpah ketika berkegiatan di luar rumah akan selalu
membawa botol minum sendiri daripada membeli minuman kemasan. Kalau kamu
bagaimana? Aku tunggu sumpahmu di Hari Sumpah Pemuda nanti yaa...
Sumber Tulisan:
binus.ac.id/knowledge/2019/11/indonesia-negara-pemroduksi-sampah-terbanyak-nomor-2-di-dunia-mengapa/
https://www.alinea.id/nasional/ipb-indonesia-penghasil-sampah-makanan-terbesar-di-dunia-b2czB91GI
Setuju banget nih idenya menarik dan mudah untuk diaplikasikan. Hal kecil tapi berarti bagi bumi ya
ReplyDeleteBetul mbak, kita mulai dari langkah terkecil dulu yuk supaya tidak terasa berat.
Delete