Suatu Kali, Jangan-jangan dan Praduga Amatir
Suatu kali, saya sedang merenungi soal kualitas ibadah saya
belakangan. Kalau diingat-ingat, sepertinya saya mengalami penurunan kualitas
ibadah dibandingkan saat masih kuliah dulu. Padahal kalau kipiki-pikir hidup
saya sekarang sudah banyak mengalami kemajuan.
Tahun-tahun sebelum menikah menurut saya adalah masa-masa perjuangan saya untuk memerdekakan diri baik secara finansial maupun emosional. Namun, menjelang pernikahan dan pasca menikah, justru saya merasa sudah ada peningkatan rezeki. Padahal, saya menyadari sepertinya ibadah saya menurun.
Kalau sedang berbicara via telpon dengan ibu, tak
henti-hentinya beliau mengingatkan soal ibadah. Saya jadi agak taku,
jangan-jangan Allah sedang menguji saya dengan kenikmatan. Pada suatu hari,
setelah lama meninggalkan ibadah sunnah di pagi hari, saya ingin melakukannya
lagi secara rutin.
Tiba-tiba diujung doa, saya terpikirkan satu hal.
“Jangan-jangan Allah lebih suka aku hidup dalam kesusahan, karena dalam keadaan
itu, aku selalu berusaha ingin dekat dengan-Nya. Namun, ketika aku hidup dalam
kenikmatan, aku sering lalai. Pantas saja.....”
Seiring dengan lamunan yang berisi asumsi itu, saya jadi
mengingat-ingat ketika saya uring-uringan. Ketika saya merasa ada di titik
terendan bahkan ketika saya masih bersikeras membandingkan hidup saya belum
seberuntung orang lain.
Padahal boleh jadi, orang lain sangat menginginkan hidup
yang seperti saya jalani. Saya terlalu sibuk menghitung apapun ala manusia.
Padahal Tuhan punya matematika sendiri yang terkadang tidak terpikirkan
manusia.
Setelah ibadah sunnah pagi itu, saya sibuk mengerjakan tugas
kantor. Sejak bulan januari, saya mencoba merintis usaha kecil-kecilan jualan
buku anak dan printilan. Saya garap usaha itu disela-sela kesibukan main job
saya sebagai Librarian dan Shadow Teacher. Sehingga terkadang, kalau sudah
lelah, usaha ini jarang kepegang. Meskipun saya berusaha untuk tetap rajin
upload konten setiap hari.
Kebetulan, karena badan kurang fit, hari itu memang sengaja
gak posting apa-apa dulu untuk jualan. Lakok ndilalah ada saja yang telpon
menanyakan buku cerita anak dan langsung closing. Dalam hati langsung membatin,
apa rezeki ini datang karena ibadah yang tadi, Tuhan selalu punya cara indah
memberi tahu saya bahwa Dia selalu mendengarkan saya. Padahal waktu ibadah gak
kepikiran rezeki, tapi mikirnya pengen berusaha bersyukur dan pengen minta
kesehatan.
Selalu begitu, ditengah riuhnya aktivitas dunia yang
seringkali membuat kita overthinking, tetap ada hal-hal kecil yang mengajarkan
kita tentang rasa syukur. Juga tentang kecilnya daya kita sebagai manusia,
karena sekeras apapun kita mencoba kalau Yang Maha Kuasa belum memberi ridho,
ya apa mau dikata.
Tidak ada yang tidak mungkin, juga pasti ada hikmah dibalik
semua hal yang terjadi dalam hidup kita. Meskipun kata-kata ini terkesan klise,
tapi kalau kita ada diposisi sulit, pasti ada pengalaman-pengalaman religius
yang sulit dinalar. Lewat semua itulah, barangkali kita diajak belajar tentang
sebenar-benarnya kesabaran dan perasaan syukur itu sendiri.
Teman-teman tidak harus percaya terhadap apa yang saya
tuliskan, jika itu kurang pas di hati kalian. Saya tidak sedang mencoba
mengajak kalian memiliki pemahaman yang sama dengan saya, sementara mungkin
teman-teman juga memiliki pengalaman religius yang lain.
Saya menganggap tulisan ini ada sebuah topik obrolan dengan
diri saya sendiri di masa depan. Di laman ini saya ingin menjejak, bahwa
ternyata sebagai manusia saya pernah ada dititik lemah, bahkan
selemah-lemahnya. Dan tulisan ini juga bentuk mencurahkan segala gundah gulana
untuk mengosongkan beberapa pikiran yang sudah ruwet.
Tentu saya sangat senang, jika kemudian hari teman-teman
menemukan tulisan ini dalam berbagai kondisi. Sehingga tulisan ini menjadi hal
yang menginspirasi atau setidaknya menjadi teman agar tidak merasa sendiri. Bahwa sebagai manusia
kita pernah serapuh ini, pernah menurunkan kualitas ibadah, dan selanjutnya
kita menemukan benang untuk merunut kemana kita akan kembali berserah.
Tulisan kali ini memang sedikit religius, bukan ingin
menunjukkan betapa berimannya saya. Tapi, saya hanya ingin bercerita, bahwa
pengalaman religius terkadang membuat hidup kita jadi lebih bermakna. Dan barangkali,
teman-teman juga punya pengalaman religius yang lebih menarik, boleh sekali
jika berkenan bercerita di kolom komentar.
0 Response to "Suatu Kali, Jangan-jangan dan Praduga Amatir"
Post a Comment