Ibadah Puasa Hari Pertama yang Berbeda
Tahun ini aku menyambut bulan ramadan akan merayakan Hari Raya Idul Fitri yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau sebelumnya menyambut bulan ramadan bersama teman-teman kos dan merayakan Idul Fitri dengan keluarga di kampung, tahun ini aku menjalankan semuanya bersama suami di lingkungan yang baru.
Barangkali, kami berdua sama-sama menyesuaikan kebiasaan masing-masing. Ramadan kali ini tentu membawa pengalaman yang berbeda bagi kami. Lengkap dengan perbedaan manhaj yang sebetulnya tidak begitu kami persoalkan sejak awal memutuskan menikah.
Dari awal memutuskan pacaran dengan suami, aku sudah tidak
memusingkan perkara manhaj dan kepercayaan. Begitu tahu doi dari keluarga
muhammadiyah ya biasa aja meskipun keluargaku itu NU tulen. Aku selalu yakin,
persoalan ini tidak akan menjadi penghalang hubungan dan cinta kami.
Sampai akhirnya kami menikah, keluarga kami saling tahu
latar belakang sosial tersebut. Tidak ada perdebatan apakah akan subuhan dengan
qunut atau tidak. Semuanya berjalan lancar. Sampai suatu ketika, ibuku bicara
seperti ini padaku.
“Kalau di sana kamu tidak pernah ikut yasinan dong, terus
kamu suka yasinan sendiri enggak.”
“Udah jarang yasinan si mak, Cuma baca quran aja setelah
magrib.”
“Yahhh, mamak takut nanti kalau sudah meninggal kamu nggak
bacain yasin buat mamak.”
Mak deg! Seraya mencoba untuk tenang aku menjelaskan. Bahwa love
language untuk mereka yang sudah berpulang pastinya akan berbeda-beda. Aku menjelaskan
tentang ibu mertuaku yang aku yakin masih selalu menyayangi almarhum bapak mertuaku,
kendati tak pernah ku dengar beliau membacakan yasin untuknya.
Mungkin, hati ibuku di seberang telepon tidak begitu puas
mendengar jawaban itu. Tapi aku berharap Allah senantiasa menunjukkan
kebesaran-Nya agar ibu perlahan memahami soal ini. bahwa kita tidak berada di
perahu yang berbeda hanya karena aku jarang membacakan yasin untuknya. Meskipun
setelah mendengar protes itu aku jadi ingin rajin lagi baca yasin. Masih ingin
membuktikan bahwa aku juga bisa membacakan yasin bahkan surat-surat indah
alquran untuknya.
Tahun ini aku akan menjalankan ibadah puasa dan rangkaian
ramadan serta idul fitri di keluarga suamiku. Kemarin aku bertanya kepada suami
kapan mulai puasa.
“Kalau muhammadiyah udah pasti hari sabtu beb.”
“Nggak bareng apa beb sama keputusan menteri agama?”
“nggak kayaknya.”
“Nanti lebarannya bareng nggak ini, masak aku beda
lebarannya sama mamak di kampung.”
“Kalau lebarannya bareng kok mbeb, insyaallah.”
Timbul rasa khawatir, mungkin memang masih harus
beradaptasi. Pasti agak kaget dong kalau ada yang beda-beda gini. Lakok ndilalah,
tamu bulanan datang di awal, sehingga tidak bisa mengikuti ibadah puasa hari
pertama.
Baru kali ini, aku dapat menstruasi di awal ramadan. Seumur-umur
yang namanya menstruasi pasti di tengah-tengah ramadan. Lalu, aku merenung, kok
kayaknya Allah sengaja menjawab kebimbangan dan kekhawatiranku ini lewat
menstruasi ya?
Sebuah pengalaman biologis perempuan yang memang datang
dari-Nya. Menstruasi dengan kedatangannya yang tidak disangka-sangka seperti
memberi sinyal supaya tidak lagi memusingkan perbedaan-perbedaan yang
berpotensi menimbulkan pertikaian. Untuk apa bertikai kalau sebenarnya kami
berada di perahu yang sama dan akan menuju tempat yang sama.
Rasa kagumku seperti tidak habis-habis memikirkan bagaimana
menstruasi yang sering membuatku sakit dan sambat, kali ini membuatku tersenyum
simpul. Menyadari betapa Agung Allah yang senantiasa memberikan sinyal-sinyal indah
kepada hamba-Nya.
Allah menunjukkan kebesaran cinta-Nya agar tak ada
ribut-ribut soal penentuan ibadah. Karena toh, tujuannya juga sama, mengabdi.
berada di garis terdepan untuk senantiasa bermuajat dan berpasrah atas semua
ketetapan-Nya.
Makanya, terkadang aku juga malu, kalau Allah saja penuh
cinta. Masa iya kita yang hanya seorang hamba malah penuh benci. Kita diciptakan
dan lahir karena cinta bukan? Sehingga sudah semestinya kita menjalani hidup
yang penuh cinta pula. Hiyaaa hiyaaaa...
Setelah merenungkan itu, aku jadi terpikirkan satu hal lagi.
seumur hidup aku nggak pernah skip berangkat salat ied. Karena aku selalu
menstruasi di tengah-tengah bulan puasa. Nah, sekarang kalau dapat
menstruasinya awal puasa kemungkinan nanti waktu hari raya bisa jadi menstruasi
juga dong.
“Waduh, gabisa salat ied nih, sayang banget, padahal udah
dibeliin mukena kemarin.”
Tetep yaaa sifat kemanusiaannya melekat erat, padahal
awalnya kesadaran spiritualnya udah sok iyaaa kali. Yaudah lah yaaa namanya
juga manusia, wajar kalau masih suka insecure, khawatir, cemas dan kadang butuh
pengakuan. Hahaha.
Lewat tulisan ini aku akan mulai menjalankan kembali challenge BPN Ramadan dari Blogger Perempuan yang dulu pernah aku ikuti, tapi belum konsisten. Semoga tahun ini aku dapat melewati tantangannya dengan baik.
Semangat BPN Ramadan 2022.
0 Response to "Ibadah Puasa Hari Pertama yang Berbeda"
Post a Comment