Lebaran: Pulang Kampung Bawa Suami
Tahun ini, pertama kalinya aku merayakan idul fitri bersama
suami. Menikah merupakan pengalaman yang luar biasa bagiku. Menikah bukan hanya
sekadar pergantian status, tapi juga tentang banyak penyesuaian. Baik penyesuaian
terhadap pasangan maupun terhadap keluarga pasangan.
Tahun pertama menyambut lebaran idul fitri di rumah mertua. Tentu
terasa sedikit kikuk, karena masih belum paham kebiasaannya. Beruntungnya ibu
mertuaku buka orang yang hobi membuat kue, jadi aku tidak memiliki bebam untuk
bantu-bantu buat kue. Apalagi libur kerja mepet sekali dengan lebaran. Tidak terbayang
kalau harus bebikinan kue.
Paling hanya bersih-bersih rumah dan mengelap kaca seperti budaya
bersih-bersih pada umumnya. Soal memasak, memang ada perbedaan menu. Kalau biasanya
di rumah sendiri mamak menyiapkan aneka hidangan seperti soto dan mie ayam.
Nah, di rumah mertua cukup rendang dan sayur, sehingga bisa dicicil sehari
sebelum lebaran.
Aku nggak terlalu terlibat juga sih karena mertua ku super
gercep memotong daging, menyiapkan bumbu, dan memarut kelapa. Aku hanya
kebagian bantu mengaduk dan mencicipi rasa saja. Karena kebetulan saat itu
sedang menstruasi sehingga tidak puasa.
Setelah hari pertama berlebaran di rumah mertua dan
silaturahmi ke kerabat suami. Malamnya kami packing mempersiapkan apa saja yang
di bawa ke rumahku. Giliran lebaran kedua kami akan mudik ke rumah orang tua
ku. Kami akan berangkat bakda zuhur. Setelah travel datang, kami segera
berkemas menuju kampung halamanku.
Hari itu, hujan deras menemani perjalanan kami. Hawa dingin
menyergap tubuh kami. Tak ada kendala yang berarti, karena menjelang magrib
kami sudah tiba di rumah orang tuaku. Aku mengucap salam dan langsung
menghampiri mamak serta bapak. Mereka rupanya sedang sibuk menerima tamu.
Cukup terkejut dengan kamar yang rapi, seperti sudah
dipersiapkan untuk menyambut kedatangan kami. Bahagia sekali menghirup wangi
kampung dan menenangkan diri tanpa suara knalpot yang menderu-deru. Malam itu,
kebetulan mamak sedang memasak nasi goreng. Karena aku sudah bosan dengan dunia
perdagingan.
Setelah makan kami langsung tertidur bahkan aku sampai lupa
salat isya. Tidur yang nyenyak tanpa mendengar bising jalan. Paginya, aku
langsung request pada mamak masakan kesukaanku yaitu sambel ikan asin dan daun
singkong rebus. Bodo amat sama momen lebaran intinya pengen makan sambel ikan
asin buatan mamak. Wkwkwk.
Makan banyak-banyak, dan kami menghabiskan setiap waktu untuk
bercerita tentang apa saja. Tentang keluarga suamiku, pekerjaan, dan banyak hal
pokoknya. Aku harap dengan begini dapat memudahkan suamiku beradaptasi pada
keluargaku. Sehingga kita bisa jadi keluarga yang asik kalau lagi
kumpul-kumpul.
Tahun ini seperti titik balik buat aku yang tahun lalu
melewati banyak pertikaian dalam keluarga. Tahun ini seperti menjadi waktu
terbaik yang mengajarkan kami tentang pengertian dan pemakluman.
Rasanya memang agak sedih mengingat masa-masa yang penuh
dendam itu. Walaupun rasa jengkelnya sulit hilang, kini perlahan mulai memudar.
Kami belajar lagi tentang bahasa cinta yang berbeda-beda pada setiap keluarga.
Semua pasti tidak mudah dan tidak cepat, butuh waktu untuk
menyembuhkan luka. Butuh spasi untuk sekadar berefleksi. Semoga Allah lunturkan
dendam, kesal dan rasa-rasa yang tidak enakitu. Semoga digantikan dengan kasih
sayang yang tiada habisnya. Semoga kami semua sekeluarga sennatiasa dilimpahi
kesehatan dan kedamaian hidup.
Pulang kampung ini sangat berkesan bagiku, aku mengajak
suamiku pergi bareng keluarga, kemudian ikut mamak dan bapak pergi belanja
barang dagangan di pasar. Memang hanya pergi ke pasar, bukan ke pantai atau
liburan ke tempat-tempat yang hidden gem. Tapi, ini bisa jadi momen yang sangat
menggembirakan untuk kami.
Tiga hari memang waktu yang sangat singkat untuk mengukir
banyak cerita. Tapi apa mau dikata kami berdua juga hanya sebatas pekerja di
Kota kecil. Kami tak memiliki banyak waktu, karena waktu kami telah dibeli. Yang
kami punya adalah tekat dan rasa rindu yang terus kami tabung untuk mereka yang
kami sayangi.
Kami ingin memanjangkan tekad dan bekerja keras agar suatu
hari dapat membeli kembali waktu kami. Sehingga waktu bersama keluarga bukan
lagi persoalan yang berarti.
0 Response to "Lebaran: Pulang Kampung Bawa Suami"
Post a Comment