Dengan Kompromi Ibu Makin Jago Meraih Mimpi
Saya pernah mendengar kalimat seperti ini, “Mumpung masih muda dinikmatin, kejar mimpi-mimpi dulu, jangan buru-buru nikah, soalnya kalau udah nikah jangankan mau mengejar mimpi, buat punya impian aja susah.”
Kalimat yang waktu itu sangat menyeramkan bagi saya yang
belum menikah. Mungkin teman-teman perempuan lain yang membaca artikel ini juga
pernah menerima nasihat semacam itu. Sebenarnya tidak sepenuhnya salah juga,
karena budaya yang berkembang di masyarakat kita masih sangat patrarki. Sehingga,
perempuan lebih sering dibebani dengan pekerjaan domestik ketimbang kesempatan
untuk bekerja di sektor publik meraih mimpinya.
Dalam budaya patriarki, kebanyakan perempuan harus rela
membunuh mimpinya agar bisa menjadi ibu yang baik untuk anak-anaknya. Padahal ibu
yang baik juga berhak punya mimpi. Sama seperti bapak yang juga harus punya
mimpi. Sejatinya laki-laki dan perempuan sama-sama manusia yang memiliki
kesempatan sama untuk meraih mimpinya.
Saya yang baru menginjak usia 20-an tahun saat itu jadi
punya keinginan kuat tentang “Menikah tidak boleh menghapus atau menghalangi
mimpi-mimpiku.” Meskipun saya yakin prosesnya tidak akan mudah. Tapi saya punya
keinginan yang kuat.
Sebagaimana remaja pada umumnya, perjalanan hidup saya, terutama relasi dengan pasangan, juga dipenuhi lika-liku yang tidak mulus. Tapi saya terus membuka diri, belajar tanpa henti agar menjadi perempuan berdaya ketika sudah menikah kelak.
Saya menjadikan patah hati sebagai latihan dan proses
menemukan sesuatu yang terbaik. Kegagalan cinta selalu saya jadikan motivasi
untuk menemukan pasangan yang tepat untuk saya sesuai dengan nilai dan
mimpi-mimpi saya.
Suatu ketika saya bertemu seseorang yang membuat saya jatuh
cinta, tapi ternyata orang itu memiliki prinsip dan mimpi yang berseberangan
dengan saya. Ada kalanya saya bertemu dengan orang yang memiliki cita-cita
sama. Namun, hati belum berkehendak mencintainya.
Sampai suatu ketika saya bertemu dengan laki-laki yang sekilas
sangat berbeda dengan tipe, prinsip dan karakter saya. Tapi ternyata dialah
orang yang bersedia belajar relasi yang sehat bersama saya, menerima hal-hal
baru yang jauh dari kebiasaan masyarakat pada umum, dan dialah yang bersedia
diajak kompromi untuk menggapai mimpi bersama.
Sejak saat itu, saya tidak pernah takut bermimpi lagi
meskipun kami akan menikah dan membentuk rumah tangga. Saya terbiasa
mengkomunikasikan setiap ide dan keinginanku bersama pasangan agar mimpi-mimpi
kami berdua bisa tercapai. Begitu juga sebaliknya, dia belajar mengkomunikasikan
apa saja yang menjadi mimpi-mimpinya dimasa depan. Memang tidak selalu mulus
dan tidak jarang terjadi perbedaan. Namun kami terus berkompromi.
Misalnya saja dalam pengelolaan keuangan. Perjalanan belajar
tentang financial planning
mengantarkan Saya pada sebuah cita-cita tertinggi mencapai financial freedom. Saya mengatakan kepada suami saya bahwa, ketika
suami istri sama-sama punya penghasilan, akan menyelamatkan keluarga kami dari
kerentanan kemiskinan.
Saya juga memperkanalkan kepada suami aplikasi Bank Jago
yang dapat membantu kami mencapai financial
freedom. Supaya kami berdua fokus mencapai tujuan itu tanpa tergoda
kenikmatan singkat seperti beli-beli barang yang tidak begitu dibutuhkan.
Karena Bank Jago memiliki fitur khusus Kantong Nabung dan Kantong Terkunci yang membuat saya jadi ibu makin jago mengelola keuangan untuk
dana pensiun. Kita bisa menyimpan dana di Kantong Nabung yang nantinya bisa diberi nama Kantong
Pensiun.
Sumber: website jago.com |
Kita tinggal tentukan saja tujuan keuangan yang akan
ditabung untuk kebutuhan jangka pendek atau jangka panjang. Kalau saya dan suami memilih untuk jangka
panjang, sehingga lebih cocok dengan fitur Kantong Terkunci. Berita baiknya,
kita tidak perlu khawatir jika kita lupa menabung. Karena ada fitur autosave
yang mana secara otomatis uang yang kita peruntukkan bakal ditransfer ke
Kantong Pensiun.
Kalian yang ingin seperti saya dan suami punya tabungan pensiun yang aman. Boleh dicoba menggunakan aplikasi Bank Jago ini. Karena pada akhirnya, mewujudkan relasi saling berkompromi sejatinya berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan dalam sebuah keluarga. Sehingga kedua belah pihak harus pandai bekerja sama dan berbagi peran.
Prosesnya juga akan mengajarkan kepada kami tentang
bagaimana sikap saling menghargai pasangan terutama tentang mencapai
mimpi-mimpi tadi. Bayangkan saja, jika satu orang menggantungkan semuanya pada
satu orang yang lain. Potensi rasa saling menyalahkan akan semakin besar,
karena masing-masing menganggap punya beban yang lebih berat. Sehingga
terkadang mimpinya sulit berjalan saling beriringan.
Setelah lulus kuliah, saya punya mimpi memiliki pekerjaan
sampingan sebagai penulis. Saat itu saya pernah memiliki kekhawatiran jika suatu hari
nanti saya tidak bisa menulis lagi setelah menikah karena sudah disibukkan
dengan pekerjaan domestik. Pekerjaan domestik akan menelan mimpi-mimpi saya
secara perlahan. Namun ternyata tidak.
Sekarang saya sudah menikah, dan justru makin aktif menulis.
Mendapatkan penghasilan tambahan dari aktivitas menulis yang saya sukai. Selain
itu, saya juga mendapat dukungan dari pasangan tentang pengembangan karir
kepenulisan blog saya.
Seringkali suami saya bahkan selalu mengerjakan tugas-tugas
domestik saat saya harus mengerjakan beberapa kerjaan menulis. Suami saya juga
selalu tidak keberatan jika saya mintai bantuan mengambil gambar atau bahkan
membuatkan design grafis untuk kepentingan menulis saya.
Menikah membuat saya tidak membunuh mimpi-mimpi saya seperti
yang saya takutkan sebelumnya. Saya bersyukur dapat menjalani kondisi seperti
ini. Tuhan begitu baik memberikan seseorang yang mau diajak kompromi untuk
menjadi pasangan saya.
Masalahnya, bagaimana perempuan lain yang memiliki ketakutan
seperti saya?
Maka saya sarankan kepada teman-teman untuk memahami nilai
diri terlebih dahulu. Mengenali mana sesuatu yang kita anggap penting dan
berharga dalam hidup. Kemudian kita akan tahu mimpi seperti apa yang akan kita
capai setelah punya kehidupan rumah tangga.
Setelah semuanya kuat, tentu kita harus memilih pasangan
yang mau menerima prinsip dan mimpi-mimpi yang akan kita capai. Tentu ini tidak
akan mudah. Perjalanannya akan mengantarkan kita pada trial and error. Tapi kita harus fokus pada satu hal, yakni
kompromi.
Siapapun pasangan kita, dari latar belakang seperti apa ia
tumbuh, dan bagaimana karakternya, kita harus bisa kompromi dengannya dalam
situasi apapun. Financial freedom tidak akan bisa saya raih jika pasangan saya
belum mengerti makna financial freedom. Maka jalan yang harus ditempuh adalah
kami harus belajar apa itu financial freedom, pentingnya financial freedom dan
bagaimana cara meraihnya. Begitu seterusnya dengan mimpi-mimpi ibu yang
lainnya.
Ibu makin jago jika ibu dan pasangan bisa mewujudkan
kompromi dengan baik. Ibu jadi tidak takut punya mimpi karena kita bisa
merancang mimpi-mimpi itu bersama pasangan. Tidak takut pasangan akan keberatan
karena semuanya bisa dikompromikan.
0 Response to "Dengan Kompromi Ibu Makin Jago Meraih Mimpi"
Post a Comment