Pulang Kampung, Memecahkan Celengan Rindu
Kalau dipikir-pikir, siapa ya yangpertama kali menggunakan istilah pulang kampung?
Pulang kampung jadi kebiasaan orang Indonesia yang unik sekali menurut saya. Seperti sebuah momen yang ditunggu-tunggu saat hari libur tiba. Apalagi bagi seorang yang banyak menghabiskan waktu di tanah perantauan.
Bagi saya sendiri, pulang kampung memberikan banyak sekali kesan yang membekas. Mulai dari makanan di kampung, obrolan di kampung, dan yang paling menyenangkan tentu saja oleh-oleh dari kampung.
Liburan natal dan tahun baru di tahun 2022 ini saya kembali pulang ke kampung saya bersama suami. Sebuah momen yang sudah kami nantikan sejak lama. Lebih membahagiakan karena adik saya juga libur kuliah jadi bisa berkumpul semua di kampung.
Saya sudah rindu sekali dengan berbagai makanan masakan mamak. Maka saya tidak lupa membuat daftar makanan yang akan saya request agar dimasakkan oleh mamak. Walaupun sederhana rasanya sangat puas sekali.
Kami berangkat dari Metro, Jumat sore setelah pulang kerja. Saya berharap perjalanan ini dapat berjalan dengan lancar. Dan alhamdulillah tidak begitu banyak penumpang di travel kala itu. Hanya berjumlah tujuh orang saja dan semuanya satu desa dengan saya.
Perjalanan menuju OKI Sumatera selatan dari Kota Metro kami tempuh via tol, dan hanya membutuhkan waktu sekitar 2,5 jam untuk sampai di rumah. Seperti biasa sesampainya di rumah, kami langsung disambut mamak dan makan masakan mamak yang sudah dipersiapkan untuk kami malam itu.
Esok paginya saya sudah mulai minta request masakan yang saya inginkan sejak lama, yakni Sambal Tumpang. Masakan ini sebenarnya dulu adalah masakan yang seringkali dibuat oleh nenek saya. Semasa SD saya tinggal bersama nenek. Ada beberapa masakan yang selalu saya rindukan. Tapi sayangnya, sekarang nenek saya sudah cukup tua, sehingga sudah tidak mampu lagi memasak. Mungkin beliau sudah banyak lupa dengan bumbu-bumbunya.
Tapi alhamdulillah mamak masih bisa memasak menu itu. Sambal tumpang adalah sambal tempe semangit yang dimasak dengan santan dan bumbu-bumbu tanpa ditumis dengan minyak. Konon sambal tumpang ini salah satu makanan khas Jawa Tengah. Nenek saya memang berasal dari Sragen Jawa Tengah. Namun, sudah lama menetap di Lampung.
Ada satu lagi makanan yang selalu saya rindukan dari nenek yang biasa kami panggil "Mbok e" ini. Makanan itu adalah botok lamtoro dan daun melinjo. Makanan ini sulit sekali saya temukan sekarang, apalagi yang paling otentik memang botok masakan nenek saya. Lamtoro juga makin sulit ditemui sehingga terkadang kerinduan akan masakan satu ini harus saya relakan.
Hari pertama di kampung sudah berhasil membuat saya bernostalgia akan banyak kenangan di masa kecil yang sepertinya tidak dapat terulang kembali. Saya berharap waktu tidak cepat berlalu, karena kali ini saya ingin benar-benar menikmati momen di kampung.
Ada satu hal yang cukup menggelikan saat hari pertama ini. Beberapa waktu yang lalu, di dekat rumah sedang ada pembangunan musala. Musala itu baru jadi dan akan diresmikan dihari pertama saya pulang kampung ini. Untuk meresmikannya, warga guyub mengadakan khotmil quran. Suami diajak oleh bapak saya untuk turut serta mengikuti khotmil quran di Musala.
Jadilah, seharian itu suami di musala. Pulang-pulang sudah habis isya sekitar jam sembilan malam. Seketika saya berpikir dia seperti sedang KKN bukan seperti sedang pulang kampung. Ia juga mengakuinya.
"Tinggal pakai almet sudah persis orang KKN ini," Sahutnya.
Hari itu saya juga kembali mengambilkan daun sirih untuk 'nginang' nenek saya. Mengutip dari wikipedia, Menginang atau menyirih adalah warisan budaya Indonesia yang dilakukan dengan mengunyah bahan-bahan bersirih seperti pinang, sirih, gambir, tembakau, kapur, cengkih. Tugas mengambil daun sirih ini adalah tugas wajib saya kecil waktu tinggal bersama nenek.
Menginang atau menyirih telah berlangsung lama, yaitu lebih dari 3000 tahun yang lalu hingga saat ini. Tapi kalau saat ini sepertinya sudah mulai berkurang. Manfaat paling kentara dari menginang yang saya lihat dari nenek saya adalah membuat gigi tidak mudah keropos. Nenek saya yang berusia hampir 90 tahun masih memiliki susunan gigi yang cukup lengkap.
Walau berharap waktu berjalan lambat, tapi sayangnya, kita selalu gagal menghalau waktu. Hari kedua sudah di depan mata. Hari kedua ini kami berencana memanen cabai di kebun bapak. Ini juga menjadi pengalaman yang cukup baru untuk aku dan suami. Mungkin ini kali pertama kami memanen cabai.
Rasanya ikut bangga dengan hasil kerja keras bapak memanen cabai. Apalagi sekarang harganya cukup mahal. Alhamdulillah semoga berkah.
0 Response to "Pulang Kampung, Memecahkan Celengan Rindu"
Post a Comment