Mengharukan! Perjuangan Komunitas Lokal di Desa Nusantara Menuju Desa Ekologis
Setelah sekian lama, akhirnya, kemarin untuk pertama kalinya, komunitas Ecoblogger Squad mengadakan diskusi online lagi. Dalam rangka menyambut Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April mendatang, kami akan membahas salah satu Komunitas Lokal di Desa Nusantara dan perjuangannya menuju desa ekologis atau desa yang memiliki kesadaran akan lingkungan hidup.
Namun, sebelum membahas Desa Nusantara lebih jauh, kita perlu menyegarkan ingatan, kalau Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya alamnya. Makanya tidak heran jika konflik kepentingan atas hal tersebut selalu saja terjadi. Terdapat keanekaragaman bentang alam di Nusantara ini. Mulai dari laut, hutan, pulau-pulau dan daratan.
Kemudian adapula karst, gambut, mangrove dan danau. Bentang alam tersebut sudah ada mungkin sejak dahulu kala yang telah memiliki perannya masing-masing bagi keseimbangan ekosistem. Keanekaragaman tersebut mengakibatkan perbedaan pertanian, mata pencaharian. Hal itu juga membuat Indonesia memiliki banyak sekali keanekaragaman hayati.
Adanya keanekaragaman bentang alam Indonesia, tentu kita juga harus paham bahwa potensi setiap daerah berbeda-beda. Tumbuhan yang menjadi kebanggaan setiap daerah pasti berbeda-beda. Sehingga menyeragamkan tanaman dari satu daerah ke daerah lain sepertinya bukan langkah yang tepat. Seperti halnya yang terjadi di Desa Nusantara.
Mengenal Komunitas Lokal di Desa Nusantara
Desa Nusantara merupakan desa yang terletak di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan. Baru tahu lewat diskusi online ini, kalau ternyata Desa Nusantara ini satu kabupaten dengan kampung saya. Benar-benar saya mainnya kurang jauh nih.
Semula, luas wilayah Desa Nusantara mencapai 259.300 hektar yang awalnya merupakan pemukiman transmigrasi dan areal pertanian pasang surut yang dulunya hutan gambut. Desa Nusantara menjadi titik lokasi program transmigrasi pada tahun 19.70an. Bernama Nusantara karena ternyata perusahaan yang mendapat tender pembukaan lahan dan pembangunan kawasan transmigrasi pada era Orde Baru tersebut bernama PT Nusantara.
Pada tahun 1981 sekitar 700 keluarga yang berasal dari Kediri, Madiun, Tulungagung, Nganjuk, Mojokerto, Pandeglang dan subang ditempatkan di Desa Nusantara ini sebagai peserta transmigran. Sebagai transmigran, mereka hanya disediakan rumah panggung dan lahan usaha pertanian seluas 2 hektar. Ketika itu, kawassan ini masih berupa hamparan rawa gambut, yang hanya dapat dijangkau dengan perahu motor selama tiga jam dari Palembang.
Pada pemukiman baru tersebut belum ada jalan dan listrik. Layanan kesehatan dan fasilitas layanan publik lainnya juga belum tersedia. Untuk memperolah air minum setiap keluarga diberikan drum untuk menampung air hujan. Sementara untuk mengelola pertanian mereka disedikan peralatan sederhana seperti parang dan arit.
Bentang rawa gambut yang ditumbuhi belukar dan dikelilingi hutan, berbeda jauh dengan bentang alam yang ada di Pulau Jawa. Hal itu membuat para transmigran hanya bisa mengolah lahan dengan menanam singkong, sukun dan jagung. Namun, hewan liar seperti moyet, babi dan gajah yang habitatnya tidak jauh dari pemukiman dan kebun warga seringkali datang ke kebun mereka sehingga tanaman gagal panen.
Dengan situasi yang cukup sulit itu, wabah kolera menyerang Desa Nusantara. Tidak tersedianya fasilitas layanan kesehatan memaksa para transmigran menangani sendiri warga yang mengalami muntah-muntah dan terus buang air. Karena penanganan yang dilakukan berupa pemberian ramuan dari daun tertentu dan mengurangi makan minum, akhirnya tidak memberikan kesembuhan. Bahkan menyebabkan korban jiwa mulai berjatuhan, diputuskanklah untuk membawa setiap orang sakit ke puskesmas terdekat.
Namun, untuk menjangkau puskesmas terdekat juga bukan sesuatu yang mudah. Orang yang sedang sakit harus digotong sejauh dua kilometer ke dermaga. Kemudian dari dermaga harus menunggu perahu yang akan mengantar ke puskesmas.
Kenyataannya tak satupun pasien kolera yang berhasil mencapai puskesmas, semuanya meninggal dalam perjalanan. Wabah kolera ini menjangkit selama tiga bulan. Korban meninggal berjatuhan setiap hari. Bahkan pernah terjadi ada lima orang meninggal dunia dalam sehari. Wabah berakhir pada saat ada helikopter datang dari Jakarta. Mereka memberikan penyuluhan untuk hidup bersih dan membagi oralit.
Desa Nusantara Menuju Desa Berkesadaran Ekologis
Desa Nusantara adalah desa yang pertama menolak masuknya perusahaan perkebunan di wilayah ini. Sampai saat ini, Desa Nusantara adalah desa terakhir yang terus menolak wilayahnya dijadikan areal perkebunan. Ketua FPNB ( Forum Petani Nusantara Bersatu ) memiliki kalkulasi sederhana mengenai mengapa mereka menolak perusahaan sawit.
Dengan menanam sawit, apalagi sekedar mendapatkan upah harian memelihara sawit perusahaan, tidak akan sepadan dengan keuntungan akan diperoleh ketika panen padi maupun tanaman lokal lain seperyi kopi, nanas, cabai dan buah naga yang mereka kembangkan secara mandiri. Selain itu, dengan tetap menanam padi serta tanaman lokal lain, ketahanan pangan yang akan terjaga dan mereka bisa terhindar dari krisis pangan di saat paceklik.
Saya sendiri sangat setuju dengan pola pikir masyarakat di Desa Nusantara ini, sebagai orang yang pernah tinggal selama belasan tahun di kabupaten tersebut. Saya merasakan bagaimana kehidupan paceklik di sana. Sementara hasil pertanian seperti karet dan kelapa sawit tidak dapat langsung dikonsumsi.Belum lagi permainan harga pasar, petani selalu terombang-ambing.
Alasan lain mengapa Nusantara tetap menolak hadirnya perusahaan sawit adalah berkaca pada situasi yang dihadapi desa-desa lain disekitarnya yang sudah terlanjur melepas tanahnya untuk dijadikan areal perkebunan.
Desa-desa tersebut mengalami kesulitan ekonomi yang lebih parah. Pada musim paceklik, banyak desa-desa ditinggal oleh warga laki-laki yang mencari pekerjaan di luar. Sedangkan warga perempuan menjadi buruh harian perusahaan yang sudah harus berangkat ke lahan perusahaan sebelum matahari terbit untuk upah yang sangat rendah.
Dahulu kayu apu-apu masih banyak, sekarang sudah tidak ada lagi. Bahkan berdasarkan cerita dari beberapa warga, bahwa pada tahun 2000an, muara Sungai Sugihan masih berwarna hijau dan masih ditemukan banyak terumbu karang. Awalnya di pesisir Sungai Sugihan banyak ditemukan pohon nipah berjejer.Namun sekarang banyak yang sudah tumbang dan mati karena terhantam tongkang, Hilir mudik tongkang kayu mulai banyak sejak 2 tahun terakhir.
Ini merupakan kenyataan pahit yang harus mereka terima jika pengelolaan sumber daya alam tidak dilakukan secara berkelanjutan. Ekosistem menjadi tidak seimbang dan dampak terbesarnya akan di terima oleh masyarakat lokal. Maka pengelolaan sumber daya dalam yang berkelanjutan menjadi hal yang sangat penting.
Dukungan Terhadap Komunitas Lokal di Desa Nusantara
5 Dampak Positif Program Dana Nusantara bagi Komunitas Lokal di Desa Nusantara
1. Mendorong Kemandirian Komunitas Lokal
Komunitas lokal membutuhkan pelatihan untuk mengelola sumber daya alam. Supaya mereka dapat memahami betul potensi terbesar sumber daya alam yang ada di sekitar mereka. Melalui pelatihan yang difasilitasi oleh Dana Nusantara ini mereka dapat memiliki inisiatif dalam mengelola sumber daya alam secara mandiri. Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan hidup di wilayah kelolanya masing-masing.
2. Meningkatkan Partisipasi Komunitas Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Melibatkan komunitas lokal tentu akan menambah rasa memiliki dan rasa tanggungjawab mereka, terutama dalam menjaga lingkungan hidup. Maka dalam hal ini, Dana Nusantara membantu meningkatkan keterlibatan komunitas dalam pengelolaan sumber daya alam yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi kegiatan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
3. Membangun Kesadaran Komunitas Lokal Terhadap Isu Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup memiliki peranan yang begitu penting bagi kelangsungan hidup manusia. Komunitas lokal juga perlu menambah wawasan tentang bagaimana merencanakan dan mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Bagaimana dampak setiap pengelolaan sumber daya alam terhadap kehidupan mereka. Melalui Dana Nusantara komunitas lokal diajak belajar kembali tentang pentingnya memiliki kesadaran akan isu lingkungan hidup ini.
4. Meningkatkan Partisipasi dan Dukungan dari Berbagai Pihak
Keterlibatan berbagai pihak dalam kegiatan pengelolaan sumber daya alam dapat menciptakan sinergi dan kolaborasi yang apik dalam menjaga lingkungan hidup. Implementasi program Dana Nusantara ini, dapat membantu meningkatkan lagi partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari masyarakat, pemerintah dan organisasi-organisasi lain yang peduli terhadap lingkungan hidup.
5. Komunitas Lokal Sebagai Subjek Utama untuk Solusi Permasalahan Lingkungan Hidup
WALHI bekerja untuk memastikan Dana Nusantara berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan komunitas. Hal itu, dilakukan dengan memperjuangkan pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyar (WKR) untuk tetap berada di tangan komunitas. Kemudian, untuk mengembangkan ekonomi lokal dan meningkatkan keterlibatan komunitas menjadi subjek utama dari solusi permasalahan lingkungan hidup di Indonesia.
Masya Allah perjuangan utk mempertahankan budaya lokal itu luar biasa ya. Semoga Desa Nusantara biaa bertahan terus dengan dukungan dari WALHI.
ReplyDeleteMasya Allah perjuangan utk mempertahankan budaya lokal itu luar biasa ya. Semoga Desa Nusantara biaa bertahan terus dengan dukungan dari WALHI.
ReplyDeleteZaman kuliah banyak kenal dengan teman aktivis Walhi mereka konsisten ya menjaga lingkungan. Salut dengan kegiatannya.
ReplyDelete