Review Novel Orang-Orang Biasa Karya Andrea Hirata
Rasanya sudah cukup lama sejak terakhir kali menamatkan sebuah novel dan membuat reviewnya. Mungkin hampir setahun. Cukup merasa bersalah, karena berarti aktivitas membaca bukan lagi prioritasku.
Bahkan, ketika diri sudah meniatkan untuk membaca satu buku. Semangat untuk segera menyelesaikan itu tidak ada. Ah semoga tahun 2024 membuatku lebih semangat membaca buku, membuat reviewnya dan mempostingnya di blog ini.
Novel Orang-orang Biasa Karya Andrea Hirata menjadi novel pertama yang aku selesaikan di tahun 2024 ini. Itupun mulai membacanya sudah dari tahun lalu. Lama sekali. Mungkin sekitar tiga bulan. Membaca judul novel ini aku punya ekspektasi tentang menjadi orang biasa saja.
Rupanya benar. Kisah biasa saja tentang kehidupan sebuah tempat bernama Belantik ini akan membuat pembacanya bersyukur dengan keadaan sekarang. Potret kemiskinan, keputusasaan, dan tidak adanya kebanggaan ternyata juga patut dirayakan.
Cerita sepuluh sahabat SMA yang semasa kuliah menjadi bulan-bulanan guru maupun teman-temannya karena bodoh dan tidak membanggakan. Setelah lulus pun begitu.Tidak ada yang bisa dibanggakan dari mereka. Hidup mereka tetap begitu-begitu saja.
Sampai ketika lingkaran setan kebodohan itu dipatahkan oleh salah satu anak mereka. Anak itu bernama Aini. Ia punya cita-cita besar untuk menjadi seorang dokter. Karena melihat ayahnya yang sakit tak kunjung sembuh. Padahal ia tidak punya kemampuan akademik maupun finansial untuk menjadi seorang dokter.
Di awal-wal cerita, menurutku novel ini kurang menggugah pembaca dengan terus menghadirkan alur kisah yang biasa saja. Alur pamungkas tulisan justru hadir di sepertiga terakhir bagian novel. Ketika segala keputusasaan mencapai titik kulminasinya. Aku mengira ini juga menjadi penyebab aku membaca buku ini terlalu lama.
"... tak ada pembunuh yang lebih berdarah dingin membunuh kreativitas selain rutinitas." hal 121.
Kehidupan orang-orang belantik yang dikisahkan dalam novel ini seperti menjadi sindiran halus tentang keadaan masyarakat sekarang. Potret guru, aparat, pejabat publik dan hukum yang berlaku. Tidak heran jika pada salah satu cerita perayaan kemerdekaan mereka menampilkan kesenian yang cukup menyindir. Kalau kata anak zaman sekarang dark jokes.
"Tahun ini mereka ingin menjadi monyet. Mereka menari-nari, berjingkrak-jingkrak, berhuhu-huhu, bersorak sorai, histeris, menggerung-gerung marah, melolong-lolong ketakutan, menggelepar-gelepar di jalan raya, lalu menyanyikan himne yang pilu karena hutan mereka, rumah mereka, telah dibakar, dijadikan kebun kelapa sawit, diluluhlantakkan manusia yang tamak dan rakus, lalu mereka bersorak sorai lagi menggalang kekuatan untuk melawan manusia." hal 148.
Kutipan tersebut menjadi kutipan favorit saya karena pesan dan gagasan tentang lingkungan ditampilkan dalam cerita novel yang awalnya bicara tentang pendidikan. Aku mengira novel ini akan fokus dengan isu pendidikan sampai akhir. Tapi ternyata banyak isu yang diusung. Mulai dari oligarki, alihfungsi lahan, bahkan sampai korupsi.
"Jangan terkejut, hanya sebagian kecil, hampir tak berarti bagi mereka. Kau akan terpana jika tahu berapa banyak uang negara, uang rakyat, kena tilap setiap hari di negeri ini." hal 218.
Membaca novel ini membuatku kesulitan menemukan pesan moral kecuali kesadaran tentang fakta yang terjadi di dunia nyata sekarang. Novel ini seperti menyindir dan memperlihatkan potret kemiskinan yang mungkin akan ada dalam kurun waktu yang lama. Namun, sulit kita sadari.
Keresahan-keresahan yang terjadi di akar rumput yang akan semakin sulit terekspos ke permukaan. Karena orang-orang luar biasa sibuk mengerjakan sesuatu yang mereka anggap luar biasa. Ini novel yang ringan dan dapat dinikmati siapa saja bahkan jika itu anak yang duduk di sekolah dasar.
Sebagai orang dewasa, membaca novel ini membuat aku tersadar akan realitas sosial yang terjadi di daerah-daerah. Kesulitan mengakses fasilitas pendidikan, kemiskinan yang turun menurun, dan seterusnya. Sebuah keadaan yang berujung pada kriminalitas. Kota Belantik yang awalnya menjadi kota yang penuh kedamaian akhirnya sirna karena kasus perampokan yang sulit diselidiki oleh pihak kepolisian.
"... sesuatu yang diyakini adalah berbeda dengan sesuatu yang dapat dibuktikan, dan curiga adalah bahasa asing yang tak dipahami pengadilan." hal 237.
Membaca novel ini, aku teringat drama korea berjudul Hometown Cha Cha Cha. Karena berkisah tentang kehidupan kota dekat pelabuhan yang sederhana dan serba biasa saja. Dari biasa saja itu, justru banyak dari kita menginginkan kehidupan yang serupa. Yang slow, biasa saja, tanpa di buru apa-apa.
Walaupun jerat kemiskinan selalu menyeramkan. Tapi ternyata kekayaan juga tidak serta merta memberikan kebahagiaan. Setelah membaca buku ini rasa syukur hadir dan bertambah karena kita disadarkan bahwa ternayata masih banyak sekali kesulitan hidup orang lain yang jauh melampaui kita.
Judul Buku : Orang-orang Biasa
Penulis : Andrea Hirata
Tahun terbit : 2019
Tebal Halaman :
Pereview : Ririn Erviana
Sama kayak saya mbak, beberapa waktu lalu rasanya nggak semangat banget mau baca buku, walaupun udah ambil satu buku, tetep aja nggak bisa selesein bacanya, ambil yang lain, tetep aja nggak selesai juga.
ReplyDeleteBtw, dari judulnya dan alur ceritanya kayaknya bagus, saya jadi pengen baca juga buku ini
darimana pun kita bisa menggali hikmah ya termasuk dari sebuah bacaac. dari sebuah buku kita bisa bersyukur atas keadaan yang kita hadapi dibanding orang lain
ReplyDeleteAh..jadi ingat sudah sangat lamaaa tidak membaca novel lagi. Terima kasih review nya ya..jadi tahu tebtangnovel Andrea Hirata yg satu ini..
ReplyDeleteMungkin karena ini tuh orang-orang biasa. Makanya permasalahannya ya biasa. Cuma memang setiap permasalahan ada titik klimaksnya. DI sepertiga terakhir itulah klimaksnya.
ReplyDeleteAndrea Hirata ini penulisnya novel Laskar Pelangi kan ya mba? Jadi penasaran deh sama novel Orang-Orang Biasa.
ReplyDeleteMenjadi orang-orang biasa-saja, mungkin ini dialami oleh para introvert yang enggak mengeskpresikan di ke publik. Hanya senang dengan kesendiriannya, atau orang-orang yang ingin menjaga kewarasannya dengan tidak mengambil langkah lebih karena akan menguras pikiran dan tenaga.
ReplyDeleteTertegun sejenak donk begitu baca quote pertama. Bener, rutinitas kadang bisa menghancurkan kreativitas. Masukin list bacaan ah. Makasih sharenya kaakkk
ReplyDeletegak perlu berkecil hati menjadi orang orang biasa... yang penting kita bisa menikmati setiap apa yang kta miliki dengan penuh syukur yaaaa
ReplyDeleteAku udah lama gak baca novel Andrea Hirata. Masukin list dulu ya. Btw, kusuka setting model pedesaan kaya gini. Ada banyak hal yang bisa dilihat kan termasuk soal isu sosial
ReplyDeleteAku udah lama gak baca novel Andrea Hirata. Masukin list dulu ya. Btw, kusuka setting model pedesaan kaya gini. Ada banyak hal yang bisa dilihat kan termasuk soal isu sosial
ReplyDeleteIni buku terbitan tahun berapa ya mba? Soalnya kok aku nggak permah ngeh 😅 tahunya Laskar Pelangi aja karyanya Andrea Hirata. Parah banget. Next mesti coba baca kerya Andrea Hirata lain nih kayaknya aku.
ReplyDeleteTerkadang dari kisah orang orang biasa kita bisa menemukan insight meski kalau dalam buku ini awalnya flat aja seperti yang kakak ceritakan. Membaca buku ini mungkin perlu membutuhkan waktu khusus ya karena alurnya itu.
ReplyDeleteSaya belum baca novel Andrea Hirata yang judul ini. Hal yang saya suka dari novel-novel beliau itu diksinya yang kaya. Walau kadang meliuk-liuknya membuat saya membaca lebih lama. Dia konsisten mengangkat isu pendidikan ya, meski dipadu unsir-unsur lainnya. Menarik.
ReplyDeleteMenginspirasi saya untuk bisa baca novel cetak lagi nih Mbak
ReplyDeleteTerakhir baca novel Andrea belasan tahun lalu ya yang laskar pelangi sampai lanjutan nya.
Dua tahun terakhir ini saya malah baca novel online gratisan. Tapi itu juga memilih cerita yg bagus kok. Banyak yg kisahnya di luar dugaan, gak hanya melulu perselingkuhan atau drama percintaan biasa
Tinggal pintar kita memilih ya
Jadi mengingat kapan terakhir baca buku dan buku yang dibaca juga membawa hikmah tersendiri. Potongan ungkapannya menohok sekali ya kak
ReplyDeleteJustru karena itu kali ya ceritanya keliatan datar- datar di awal, biar muncul perasaan bener bener biasa aja itu kisah orang orang di dalam novel, hehe tapi justru ke biasaan nya itu sesuatu yang dirindukan saat ini
ReplyDeleteSudah lama ga baca novel, dulu sering ke gramedia cuma numpang baca doang yg buku sampul plastik dbuka. Novel orang2 biasa banyak kutipan yg ngena dihati kak.
ReplyDeleteDaku belum baca novel ini.
ReplyDeleteDan gak menyangka agak kurang semangat ya ternyata, hanya pas jelang endingnya baru lumayan?
Namun adanya quotes yang menarik, bisa jadi peralihan perhatian untuk dijadikan sebagai hikmah
Iya buku orang-orang biasa ini emang rekomen banget, nilainya si pembaca akan menjadi bisa lebih bersyukur
ReplyDeleteNovel karya Andrea Hirata rupaya selalu bisa menarik hati para pembacanya ya kak. Keren banget
ReplyDeletenovel novel karya Andrea Hinata memang selalu menarik hati yaa. Bagusss! Thanks ka sudah sharing
ReplyDeletemembaca judulnya saja saya langsung terbayang tulisan ini bakal membahas kekuatan tulisan Andrea Hirata, yah beliau memang penulis handal, walo pun kadang dia berangkat dari halhal biasa, jadi tertarik juga baca novelnya, yg udah dibaca beberapa judul lain dari penulisnya,
ReplyDeleteUdah lama banget nggak baca novelnya Andrea Hirata.Terakhir mungkin tiga atau empat tahun lalu baca bukunya, yang tentang Ayah. Emang karya-karya beliau suka jadi incaran pecinta novel karena emang sebagus itu...
ReplyDeleteCakep banget kesimpulan akhirnya dari buku novel Andrea Hirata "Orang-orang Biasa".
ReplyDeleteKita kerap terjebak dengan sebuah lingkaran setan bernama gengsi. Sehingga menilai kualitas seseorang hanya dari apa yang ditampakkan.
Justru perasaan syukur inilah yang membuat kita menjadi golongan "Orang-orang tidak biasa."
Novel Andrea Hirata yang aku baca cuma trilogi laskar pelangi, habis itu belum baca yang lain.
ReplyDeleteAku merasa tersentil dengan quote ini kak, "tak ada pembunuh yang lebih berdarah dingin membunuh kreativitas selain rutinitas" huhu