Cerita Lahiran Baby Mufi Part 1
Sebenarnya sejak hamil selalu punya keinginan untuk menulis cerita pengalaman hamil sampai melahirkan bahkan mungkin sampai menjadi orang tua. Tapi sayangnya sewaktu hamil belum punya cukup waktu untuk menulis pengalamannya.
Kini giliran saya punya sedikit waktu untuk bercerita tentang lahiran. Mungkin akan ada beberapa bagian karena sepertinya akan lebih panjang.
Saya menulis cerita lahiran part 1 ini pada hari ke sepuluh pasca lahiran. Kebetulan luka jahitan sudah mulai pulih sehingga sudah mulai nyaman dan mood juga sudah terkumpul.
Saya akan memulainya dari hari kamis. Sore hari selepas memasak saya melihat ada titik-titik kecil darah di celana dalam sewaktu buang air kecil. Sore itu, saya dan suami juga berencana untuk mengantar pesanan buku ke rumah teman. Belum terasa apa-apa. Pulang hampir maghrib dari mengantar pesanan buku itu.
Jumat pagi, saya mendapati flek di dalam celana dalam yang berwarna kecokelatan. Ketika itu saya bingung salat atau tidak. Fleknya memang sedikit. Saya hendak mengajak suami berjalan-jalan pagi seperti hari-hari sebelumnya. Tapi entah kenapa perut terasa kram. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak berjalan pagi.
Saya senam menggunakan gymball sebentar lalu menghitung kontraksi yang terasa di aplikasi penghitung kontraksi. Memang belum intens baru 10 menit sekali, 15 menit sekali, bahkan satu jam sekali.
Sekitar habis isya, saya penasaran pengen ngecek ke bidan. Saya sudah merencanakan lahiran di bidan Kiswari yang dekat dari rumah. Setelah sebelumnya bertanya ke beberapa teman tentang pengalaman melahirkan di beberapa rumah sakit kota ini.
Keputusan akhirnya, bulat akan melahirkan di Bidan Kiswari saja. Sekitar habis isya saya sampai di bidan. Kontraksi sudah semakin sering, kemudian saya dicek dalam untuk melihat apakah sudah ada bukaan atau belum. Ternyata belum ada bukaan. Bidan Novita yang mengecek kala itu, memberikan pil yang saya juga lupa tulisannya apa. Tapi beliau bilang itu vitamin untuk membantu saya. Mungkin membantu agar kontraksinya makin teratur.
Sampai di rumah, saya masih terus merasakan kontraksi tapi memang belum bisa dikatakan intens berdasarkan aplikasi penghitung kontraksi. Paginya saya sudah tidak jalan pagi lagi. Firasat saya tanggal 20 inilah Dedek Bayi akan lahir.
Btw, sebelumnya saya dan suami selalu membujuk Dedek Bayi untuk lahir ditanggal 20-an ke atas tapi jangan sampai lewat tanggal 27. Karena tanggal 27 adalah HPL-nya. Saya takut kalau terlewat HPL belum ada kontraksi nanti terancam harus SC.
Hari sabtu itulah, saya akhirnya merasakan kontraksi yang semakin intens. Saya coba main gymball terus berharap agar ada bukaan dan bisa memaksimalkan posisi Dedek agar nanti mudah untuk lahir. Sekitar jam setengah dua siang rasanya saya sudah tidak kuat. Pengen ke bidan saja.
Begitu sampai bidan, dicek baru bukaan dua. Kami diminta pulang. Tapi sepertinya Bidan Retno yang melihat kami berangkat naik grab kasian jadi kalau mau nunggu di klinik tidak apa-apa. Kebetulan sudah bawa hospital bag juga yang berisi persiapan lahiran.
Bidan Retno cukup kaget melihat riwayat HB saya yang dicek beberapa hari lalu sangat rendah. Hanya 8,8. Padahal kata dokter minimal 10. Padahal biasanya saya selalu di atas 11. Bidan Retno pun meminta saya untuk ngecek HB. Alhamdulillah waktu dicek sudah 11,5 jadi itu sudah cukup untuk melahirkan secara pervaginam atau normal.
Yah setelah sebelumnya saya juga berjuang menaikkan HB dengan minum jus buah bit yang rasanya seperti tanah itu. Rasa sakit kontraksi semakin intens. Bidan yang bertugas berganti sift. Ada Bidan Yanti dan mbak bidan yang masih muda. Mbak yang masih muda ini baik sekali. Begitu datang dia langsung menawarkan saya untuk main gymball bahkan membantu supaya cepat nambah bukaannya.
Hari semakin sore semakin malam, ada saudara yang rumahnya sampingan dengan Bidan Kiswari juga turut menunggui untuk memberi semangat. Ketika sakit makin bertambah Mbak Bidan yang muda ini juga menggosok punggung saya dengan sebuah alat yang mirip mobil-mobilan. Itu lumayan membuat punggung melupakan rasa sakit.
Setiap kontraksi itu datang, Mbak Bidan selalu meminta saya untuk inhale dan exhale. Tapi lama-lama napas saya kacau. Saya jadi grusa-grusu bahkan beberapa kali teriak kesakitan padahal itu malah menghabiskan tenaga. Mbak bidan membuatkan saya minuman hangat, ada roti, dan susu juga.
Setelah dicek secara berkala, sekitar jam 10 malam kira-kira bukaan sudah lengkap dan air ketuban sudah pecah. Saya tidak begitu berkesan dengan pecahnya air ketuban karena rasa sakit yang mengiringinya. Seingat saya, itu rasanya pengen mengejan kemudian tiba-tiba keluar cairan hangat. Ketika itu saya teriak "Mbak saya udah nggak kuat pengen mengejan"
"Jangan dulu sayang, nanti kepala adek peyang." Jawab Mbak Bidan.
"Tapi udah pengen banget, maafin aku." teriak saya.
Sontak Mbak-Mbak bidan pada ketawa. "Kenapa harus minta maaf sayang?"
Dalam hati saya. Ya nggak tahulah. Intinya saya merasa bersalah sama adek kalau peyang tapi emang pengen ngejan nggak tertahan. Lalu para bidan berganti sift lagi. Kini giliran Bidan Novita lagi yang bertugas. Dia pun langsung menyiapkan berbagai peralatan untuk persalinan karena bukaan sudah lengkap.
Tapi Qodarullah, saya kesulitan untuk mengejan. Berkali-kali mengejan tapi gagal. Sampai saya kehabisan tenaga. Padahal suami dan Bidan Novita yang berada di ruangan bersalin tak henti-hentinya memberikan semangat.
Saat itu rasanya saya putus asa sekali. Kayaknya orang-orang satu kali mengejan sudah bisa keluar. Saya sampai berkali-kali bahkan hampir satu jam.
"Kalau sekali lagi belum bisa, nanti saya buat jalan lahir ya" Kata bidan Novita.
"Iya-iya mbak nggak papa, saya sudah pasrah."
Langsung saja saya diminta mengejan dan gunting yang ada di tangan Bidan Novita membuat jalan lahir untuk membantu Dedek Bayi keluar. Keluarlah dia dengan air ketuban yang masih tersisa. Lalu menangis dengan dengan begitu kencangnya. Rasanya lega dan terharu.
Suami saya yang berada di samping sepertinya merasakan hal yang sama. Lalu bidan Novita memotong tali pusat Dedek Bayi dan meletakkan Dedek bayi di dada saya. Proses Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang sudah saya tunggu-tunggu akhirnya dimulai. Ketika itu saya tidak menyangka bayi yang selama ini berdetak dalam perut saya sudah ada di pelukan saya. Dia sangat lucu.
"Kayaknya ini mah tiga kiloan deh," Kata Bidan Novita setelah mengangkat si Dedek. USG terakhir ke dokter tiga minggu sebelumnya BB janin 2,5 kg.
Saya ingin menangis tapi tidak bisa. Hanya diam.Sementara Bidan Novita mengeluarkan plasenta dari dalam perut saya. ~Bersambung~
Jadi namanya Mufi? Wkwkwk jadi ingat pas lahiran duh kangen ya hahaha tapi luar biasa kontraksinya. Apalagi pas dijahit huhuhu, aku 2x digunting dan disuntik pacu, paha juga dapat suntikan tapi nggak dikasih pil kaya dibidan. Enak banget pelayanan bidan dan perawatnya alus.
ReplyDeleteWah tiga kiloan mah besar ya... Sehat itu bayinya.
ReplyDeleteBtw laki atau perempuan nih bayi nya?
Pasti di cerita selanjutnya ya jawabannya...
Ditunggu deh
Itu digunting ada di bius lagi nggak Mbak? Huhu takut banget ngebayangin😵😵
ReplyDeleteikut deg-degan, mbak baca ceritanya. pengalaman melahirkan memang tidak pernah terlupakan
ReplyDeleteJujurly, saya juga lebih nyaman pas di bidan. Lebih keibuan, daripada di rumah sakit yang dokternya melayani lebih dari 1 pasien melahirkan. Pengalaman nggak mengenakkan saat dokternya memarahi karena kesulitan mengejan. Duh.
ReplyDeleteMasya Allah mbak, perjuangan melahirkan itu antara hidup dan mati, semoga mbak dan dd bayi sehat selalu
ReplyDeletebaca ini jadi ingat proses lahiranku dulu yang di bidan juga. alhamdulillah proses persalinannya lancar dan bayi sehat dan bisa langsung IMD
ReplyDeleteAlhamdulillah, ya, Mba semua prosesnya lancar. Saya salut dengan tenaga kesehatan yang bisa memberikan pelayanan terbaik meski sang pasien sedang panik.
ReplyDeleteDuh, kalau membaca cerita melahirkan normal ada rasa deg-degan ikut muncul. Perjalanan melahirkan memang selalu menegangkan. Tapi Alhamdulillah prosesnya lancar ya Kak. Adek bayi pun sehat sempurna.
ReplyDeleteAku bacanya beneran deg-degan, seperjuangan itu seorang perempuan untuk melahirkan. Selamat jadi ibu, dan semoga sehat-sehat selalu bersama bayinya.
ReplyDeleteHai, Mufi. Selamat datang sayang. Alhamdulillah ikut seneng dengan lahirnya baby Mufi. Perjuangan bertemu baby Mufi pasti jadi salah satu momen yg tak terlupa.
ReplyDeleteselamat ya kak, atas kelahiran babynya, semoga sehat selalu. baca cerita ini jadi kebayang perjuangan seorang ibu dan istri,
ReplyDeleteKlu ada cerita lagi proses melahirkan rasanya campur, ada rasa khawatir, sedih & bahagia jika keduanya selamat kak.
ReplyDeletesebagai suami yang pernah nemenin istri, lumayan dagdigdug emang saat lahiran itu, walo saya termasuk telat dampingi krn awalnya di luar kota, dan keceplosan pengen nemenin saat lahiran, padahal kata istri jgn ngomong sembarangan gitu nanti bikin susah melahirkan ,, eh beneran, si bayi baru lahir pas saya datang, btw proud of you ibu2 yang sudah bersusah payah utk melahirkan dan gak kapok ...
ReplyDeleteSebagai perempuan yang belum menikah dan belum punya anak tentu cerita begini tuh jadi semakin terinspirasi, banyak banget perempuan hebat yang berjuang saat mau lahiran. Momen berharga pastinya ketika bisa melahirkan dan menjadi sebuah cerita tersendiri begini.
ReplyDeleteAduh jadi terharu bacanya. Teringat dulu 2 kali melahirkan dengan 2 kisah yang berbeda
ReplyDeleteLinunya terasa kak, apalagi yang bagian pengen mengejan tapi malah minta maaf, hihi. masya Allah perjuangan seorang ibu, dan barakallahu untuk keluarga kak Ririn dengan kehadiran si dedek
ReplyDeleteDuh baca cerita lahiran jadi inget masa2 melahirkan dulu bagian mulesnya ruar biasa bngt deh ..tapi semua terbayar rasa sakitnya saat melihat anak lahur bahagia bngt
ReplyDeleteKalau bayangin lahiran itu rasanya ngeri juga ya, tapi kalau ingat momen-momen hamil rasanya pengen hamil lagi, hehe. Btw, selamat mba, barakallah
ReplyDelete