Cerita Lahiran Baby Mufi Part 2
Teruntuk kalian yang bertanya-tanya. Digunting untuk pembuatan jalan lahir itu sakit atau enggak?
Menurut saya lebih sakit kontraksinya. Jadi digunting itu memang terasa sakit tapi tertutup sama sakit kontraksi yang berbarengan. Jadi setelah Baby Mufi IMD di dada saya vagina yang sakit itu sudah tidak begitu membebani.
Mungkin benar bahwa sakit itu tentang mindset. Jadi ketika rasa bahagia itu muncul karena baby sudah ada dipelukan rasanya ya tidak apa-apalah sakit sedikit.
Setelah plasenta di keluarkan. Bidan Kiswari yang tadi sore sempat memberikan semangat sebentar masuk ke ruang bersalin. Melihat persalinan saya. Dia langsung berseloroh.
"Buat proyek jalan tol ya." katanya.
Lalu dia duduk di kursi samping ranjang. Sementara Bidan Novita menjahit robekan jalan lahir. Bidan Kiswari mengajak saya mengobrol. Saya pun dengan antusias menanggapi obrolannya supaya saya juga tidak terlalu merasakan sakitnya dijahit.
Teruntuk kalian yang bertanya, waktu dijahit itu dibius atau tidak?
Jawabannya iya saya dibius. Jadi sebelum dijahit Bidan Novita menyuntik paha bagian kanan saya. Lalu mulai menjahit. Meski dibius sebenarnya masih terasa juga setiap benang yang menembus daging. Tapi yang paling sakit itu saat benang menembus kulit. Rasanya mak clekit. Gitu.
Tapi saya terus asyik mengobrol dengan Bidan Kiswari. Dia menanyakan saya bekerja dimana dan obrolan jadi semakin asyik karena ternyata Bidan Kiswari ini teman salah satu rekan di sekolah.
Saya juga turut menambahkan topik tentang kehidupan orang Bali agar obrolan semakin panjang. Karena Bidan Kiswari ini orang bali. Tidak terasa sekitar satu jam proses menjahit robekan jalan lahir ini.
Setelah selesai tiba-tiba bidan Kiswari mengecek keadaan saya. Dia menggoyang-goyangkan perut saya. Lalu ada gumpalan darah keluar dari vagina. Kemudian Bidan Kiswari memasukan tangannya yang sudah terbalut sarung tangan lateks ke vagina saya. Merogoh apa saja yang ada di dalam. Ah itu rasanya tak terdefinisikan. Sakit sekali.
Saya pernah baca novel tentang perogohan ini pasca melahirkan. Dan saya tidak menyangka itu juga terjadi pada saya. Sepertinya karena ada pecahan plasenta yang tertinggal. Lalu Bidan Novita menyuntik paha kanan saya lagi. Saya dirogoh dua kali lagi oleh Bidan Kiswari.
Apakah semuanya sudah selesai? Ternyata belum teman-teman. Jadi masih ada sesi memasukkan tampon ke vagina saya. Seperti untuk ganjelan. Itu rasanya sangat tidak nyaman. Setelah itu saya dipakaikan diapers. Tak lama kemudian Bidan Kiswari datang dengan seperangkat menu makan malam lengkap dengan sup hangatnya.
Ada nasi, kering tempe, ayam suwir dan sup sapi hangat. Suami diminta untuk menyuapi saya. Katanya habis melahirkan harus mengisi tenaga. Tapi karena posisinya sambil rebahan memang sedikit sulit untuk makan. Jadi saya hanya menghabiskan beberapa sendok saja.
Kemudian saya diminta minum beberapa obat. Dedek bayi sudah digendong oleh ayahnya. Malam ini memang sedikit sepi karena ibu mertua sudah pulang. Jadi suami saya mengurus dedek bayi sendiri sementara saya dibantu adik jika ada sesuatu yang dibutuhkan.
Setelah urusan minum obat selesai, saya belum boleh tidur selama satu jam ke depan. Katanya untuk melihat apakah terjadi pendarahan atau tidak. Tapi tampon yang ada di vagina itu benar-benar tidak nyaman. Ingin sekali saya melepasnya. Ketentuannya harus menunggu 6 jam untuk melepas tampon itu.
Sebelum tidur Bidan Novita bertanya apakah saya ingin buang air kecil. Sebenarnya saya pengen buang air kecil tapi jujur bingung bagaimana mengeluarkannya karena bagian bawah terasa cenut-cenut semua. Bidan Novita menyarankan agar saya pipis sambil tidur saja karena pakai diapers juga. Tapi pipisnya tidak kunjung keluar.Padahal kandung kemih saya terasa ada urinnya.
Saya bilang pengennya pipis sambil jongkok saja. Tapi Bidan Novita ragu, takut saya pusing kalau jalan ke kamar mandi. Ia menawarkan untuk pakai selang saja. Saya menolak karena itu pasti rasanya sakit sekali. Dulu waktu kuret saya pernah pipis pakai pispot atau semacam selang rasanya nyeri.
Setelah saya yakin kalau tidak pusing, akhirnya Bidan Novita mengizinkan saya pipis setengah jongkok di kamar mandi. Bahkan ia membawakan kursi kalau saya sulit jongkok. Akhirnya diapersnya pun harus dibuka dan dengan baik hatinya Bidan Novita membersihkan itu semua buat saya.
Setelah pipis saya diminta pindah ke kamar perawatan. Bergabung sama suami dan si dedek yang sudah di sana lebih dulu. Kemudian saya dipersilakan tidur. Sebenarnya saya sulit tidur. Padahal sebelumnya ngantuk sekali. Lalu coba buka twitter untuk memantau update drakor Queen of Tears.
Tapi tubuh saya terlalu lelah untuk bermain hape. Akhirnya saya mencoba memejamkan mata. Sekitar jam 03.30 si dedek menangis kencang. Rupanya dia poop. Sementara di kamar itu hanya ada saya, suami dan adik saya. Kami bertiga belum pernah punya pengalaman merawat new born atau mengganti popoknya.
Si adek juga mengeluarkan ludah yang agak berbusa. Lalu saya pun sedikit panik. Tapi Bidan Novita tidak menghampiri kami. Sepertinya dia juga tertidur. Saya pun mencoba WA mamak di rumah. Mamak menyarankan untuk membangunkan bidan saja.
Tidak lama kemudian Bidan Novita datang untuk menggantikan popok si dedek. Lalu kami bertiga mencoba tidur. Tapi tidak ada yang bisa. Apalagi suami saya yang satu ranjang dengan si dedek. Serba tegang takut kalau dedek kebangun dan nangis lagi. Sementara asi saya juga belun keluar.
Mamak menelpon, bertanya bagaimana keadaan saya. Saya bilang baik-baik saja tapi jahitan yang banyak ini membuat saya jadi tidak bisa langsung merawat si dedek bayi. Dari suaranya mamak juga sulit tidur di rumah. Bahkan ketika saya WA jam segitu langsung di balas olehnya.
Mamak juga minta maaf karena tidak bisa langsung datang di detik-detik saya melahirkan. Saya juga memaklumi, karena posisinya juga jauh. Tapi mamak bilang jam dua belas siang pasti sudah sampai Metro. Saya pun mengiyakan.
Sekitar jam setengah enam perut saya sangat lapar. Seketika menyesal makanan semalam itu tidak saya habiskan. Saya buka aplikasi Grab untuk mencari makanan yang sudah buka. Ternyata ada bubur ayam. Langsung saja saya pesan. Ketika buburnya datang langsung saya santap tapi tetap masih lapar.
Tidak lama kemudian Bidan Novita datang dengan nasi goreng dan telur ceplok di atasnya. Langsung saya makan lagi nasi goreng itu. Kami boleh pulang jam delapan pagi karena masih ada sesi foto untuk si dedek. Sambil menunggu ternyata Mbak Ipar datang membawa sarapan untuk kami. Bubur ayam juga karena suami minta bawakan bubur ayam lagi.
Sambil menunggu sesi foto si dedek selesai. Suami dan adik saya beres-beres. Kami bersiap-siap untuk pulang. Sementara suami juga mengurus administrasi. Oh iya, saya juga pakai BPJS untuk lahiran di Bidan Kiswari ini. Alhamdulillah itu lumayan membantu meski masih harus nambah bayar sekitar 700ribu.
Menurut saya itu sangat worth it dengan pelayanan yang bidan-bidan berikan untuk saya selama proses melahirkan.
Kami pulang ke rumah jam setengah sepuluh pagi. Untung saja ada mbak ipar yang membantu gendong si dedek. Karena tentu saja saya belum bisa. Alhamdulillah sampai di rumah saya bisa santai, tapi saya masih belum berani mandi padahal badan sangat bau dan rambut saya rasanya tidak nyaman sekali karena semalam banyak berkeringat. Yah setidaknya sudah sampai rumah. Walaupun si dedek bentar-bentar menangis mencari asi. ~bersambung~
Duh yaa Allah, ngebayanginnya kok ikut ngilu ya Mbak. Lahiran secara normal, kayaknya aku gak berani. Huhu...
ReplyDeletesubhanallah, perjalanan dan pengalaman melahirkan setiap ibu berbeda ya. semua sakit? jelas. gak ada yang gak sakit. tapi tergantikan dengan lahirnya anak kesayangan ya
ReplyDeleteBetul, kontraksi rasanya sangat sakit. Meski begitu, ketika baby sudah di dekapan semua rasa sakit seketika hilang, luar biasa kuasaNya 😇. Pasca melahirkan sangat dibutuhkan keluarga yang care serta siaga membantu supaya ibu abis lahiran tidak semakin kelelehan. Alhamdulillah keluarga mba bahkan mba Ipar bantu-bantu ya 🥰
ReplyDeleteWalaupun tidak ikut merasakan kontraksi, sebagai lelaki, saya pun sangat menghargai pengorbanan para perempuan disaat melahirkan dan menjadi seorang ibu
ReplyDelete