Cerita Pulang Kampung Pertama Bawa Bayi Dua Bulan
Semenjak mamak pulang kampung setelah menjadi support system pasca lahiran selama kurang lebih dua minggu. Rasanya banyak sekali penyesuaian yang terjadi dalam hidup saya dan suami. Terutama dalam mengurus new born yang lebih banyak dilakukan berdua.
Meskipun tinggal bersama mertua, ibu mertua saya tidak bisa begitu intens membantu. Karena beliau harus membantu Mbak Ipar saya. Sebenarnya tetap banyak membantu sih, saya tidak perlu masak, mencuci baju, atau bersih-bersih. Tapi kadang saya merasa kesepian ketika suami kerja dan hanya berdua saja sama Mufi di rumah.
Selalu timbul keinginan untuk pulang kampung. Tapi pulang kampung ini juga penuh pertimbangan. Di samping umur Mufi yang baru satu bulan, ada resiko lain seperti di kampung bisa terpapar asap rokok atau malah overstimulasi.
Akhirnya sayapun menunda lagi rencana pulang kampung ini. Kebetulan adik saya sudah hampir selesai ujian skripsi. Jadilah kehadiran dia di rumah bisa mengobati kesepian saya dalam mengasuh bayi. Tapi kadang-kadang dia juga harus kembali ke kosan dan menyelesaikan urusan administrasi perkuliahan.
Sampai puncaknya saat saya jatuh sakit. Pagi-pagi badan terasa tidak enak. Kemudian demam di susul kepala yang gliyengan serta tulang yang terasa ngilu. Itulah pertama kali saya merasakan sakit yang lumayan terasa. Karena sudah sekitar 10 bulan, semasa hamil alhamdulillah jarang meriang. Kecuali kecapekan saja badannya.
Sebagai ibu yang punya bayi, sakit menjadi situasi yang cukup menyeramkan bagi saya. Bagaimana tidak? Ketika sakit kita juga harus tetap merawat dan menyusui bayi. Alhamdulillahnya suami selalu membantu. Walaupun waktu suami berangkat kerja rasanya kayak pengen nangis aja. Di situlah keinginan untuk pulang kampung muncul lagi.
Kebetulan ada libur semester dan idhul adha dalam waktu dekat. Dan adik saya juga sudah selesai urusan skripsinya. Maka di usia dua bulan saya bulatkan tekad untuk pulang kampung. Mufi sudah dua bulan juga. Berharap perjalanan pulang kampung bersama bayi dua bulan ini minim drama.
Sudah pesan travel katanya akan dijemput jam empat sore. Tapi ternyata dijemput sekitar jam lima sore. Perasaan saya sudah nano-nano, khawatir nanti bagaimana di jalan. Memang ada rasa kaget pertama kali pulang kampung bawa bayi ini. Perjalanan jadi terasa lebih lama. Dan saya sama sekali tidak bisa atau sebetulnya tidak boleh tidur di perjalanan. Rasanya tegang sekali takut kalau sampai Mufi Crangky.
Walaupun sempat usek-usek beberapa kali, tangan saya sampai pegal-pegal karena menggendong sekitar empat jam, akhirnya keinginan pulang kampung terwujud juga. Sampai di rumah Eyang, Alhamdulillah Mufi juga tidak banyak drama. Terima kasih ya nak sudah banyak membantu ayah dan bunda di perjalanan ini.
Hari kedua di kampung, Ayah harus segera pulang ke Metro lagi. Karena besoknya sudah masuk kerja. Ini kali pertama buat saya harus LDR sama suami. Selama tiga tahun menikah kami belum pernah berjauhan dalam waktu yang lama.
Saya juga sempat kepikiran bagaimana nanti merawat Mufi di kampung tanpa ayahnya. Biasanya kalau malam selalu sama ayahnya. Walaupun di sini ada Eyang Uti dan Eyang Kakung tapi tetap saja saya harus belajar mandiri supaya tidak terus-terusan bergantung. *padahal niat pulang kampung dari awal memang pengen dibantuin momong hehe.
Semalam adalah pertama kalinya tidur berdua saja sama Mufi. Berbarengan dengan situasi Mufi habis imunisasi di usia dua bulan. Perasaan juga deg-degan dan tegang. Tapi Eyang Uti selalu meyakinkan dan siap sedia membantu.
Setiap buka hape selalu berkabar ke suami. Jadi ingat masa pacaran dulu yang setiap menit selalu berkabar. Bedanya kalau sekarang topik yang mendominasi adalah tentang anak. Sampai suami saya bilang, “duh, gini amat rasanya punya anak.” Dia ngerasain betapa kangennya sama Mufi padahal baru semalam berjauhan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan suamiku harus berjauhan sama anaknya yang setiap hari ia gendong dan uyel-uyel setiap ada waktu.
Tapi saya katakan padanya bahwa kita harus sabar untuk sekarang. Karena jarak yang tercipta ini, semoga kita jadi makin rindu satu sama lain. Di sisi lain kita juga semakin menyadari bahwa keberadaan masing-masing sebenarnya sangat berharga. Ketika kita selalu berdekatan, biasanya hal kecil bisa menjadi konflik yang tak kunjung usai. Tapi ketika berjauhan kita berusaha untuk saling merindu.
Walaupun awalnya cukup ketar ketir dengan perasaan sendiri karena harus berjauhan dengan suami dalam waktu lama. Aku terus mencoba situasi orang lain yang mungkin juga harus berjauhan dengan suami saat masa-masa awal punya bayi. Semoga keputusan sekarang membawa banyak maslahat daripada mudharatnya.
Semoga selalu sehat-sehat semuanya. Selamat menabung rindu ya ayah. Nanti kita pecahkan kalau sudah penuh. :))
Foto bertiga sebelum ayah kembali bekerja ke Metro |
0 Response to "Cerita Pulang Kampung Pertama Bawa Bayi Dua Bulan"
Post a Comment