Cerita Pengalaman Menyusui Part 1



Sebelumnya nggak pernah menyangka kalau menyusui itu ternyata banyak banget tantangannya. Serius! Awalnya mikir namanya menyusui yaudah tinggal nyodorin payudara ada ke mulut bayi terus kita bisa lega. Tanpa harus beli sufor atau repot-repot buat susu kalau bayi kita haus.

Ah itulah kenapa jangan sekali-sekali berekspektasi menggampangkan sesuatu. Pagi itu, setelah kurang lebih tujuh jam Mufi dilahirkan. Ia sudah mulai resah dan gelisah. Nampaknya ingin segera menyusu. Tapi kedua payudara saya tidak ada tanda-tanda mengeluarkan asi. 

Kenapa saya berharap payudara saya langsung ngucur ASI-nya? Itu karena sebelumnya saya pernah tanya salah satu teman. Yang setelah melahirkan ASI-nya langsung keluar. Bahkan ASI-nya sudah keluar sebelum melahirkan. Jujur kalau ingat pikiran saya kala itu rasanya getir pengen ngakak. Kenapa sih Rin? Pikiranmu sesederhana itu!

Ada satu penyesalan yang saya rasakan ketika tidak mendengarkan mayoritas saran yang diberikan orang-orang sekitar. Saran apa itu? Rutin bersihin aerola dan puting ketika usia kehamilan delapan bulan. Itu karena saya berdalih dokter kandungan tidak menyarankan. Padahal teman saya sudah ngeyel ngasih tahu saya kalau dokter kandungan saya laki-laki jadi tidak punya pengalaman menyusui makanya tidak menyarankan itu. Hasshh.

Memang pada masa kehamilan saya lebih sering berkonsultasi dengan dokter kandungan daripada bidan. Padahal keduanya sama-sama penting. Untungnya di trimester akhir saya mulai rajin konsultasi sama bidan. Dan Alhamdulillah nya lagi langsung nemu bidan yang enak, dekat rumah, dan pastinya terjangkau. 

Jadi pesan saya buat teman-teman yang sedang hamil. Tidak apa-apa kok kalau kalian lebih sering ke bidan daripada dokter. Karena memang ada perbedaan biaya di antara keduanya. Tapi ke dokter itu minimal ya tiga kali di setiap trimester ya! Karena ternyata itu bermanfaat sekali untuk menentukan usia kehamilan dan beberapa hal penting lainnya seperti jumlah air ketuban, posisi janin, berat badan janin, dst.

Well, balik lagi ke cerita menyusui. Sampai ketika kami pulang ke rumah. Belum ada tanda-tanda tuh ASI saya keluar. Bidan menyarankan agar terus distimulus dengan melolohkan, apa tuh melolohkan? Ya putingnya tetap dimasukan ke mulut bayi. Tapi kalian tahu? Rasanya itu sakit banget! Sampai meringis saya.

Baru saya tahu di situ, ternyata lidah bayi yang baru lahir itu kasar. Makanya terasa perih saat payudara kita pertama kali dihisap. Apalagi dia juga mengisapnya sangat kuat. Karena ASI-nya memang perlu dipompa lebih kuat supaya keluar. 

Kalau tidak salah hari kedua, akhirnya saya berhasil menahan perihnya puting dikenyot bayi. Mufi cukup lama mengenyot, sampai saya menyadari bahwa ASI-nya sudah keluar makanya dia betah ngenyot. Awalnya saya pikir perih aja nggak selesai-selesai. Rupanya ya karena ASI-nya sudah keluar makanya nggak berhenti Mufi menghisapnya.

Hal mengagetkan selanjutnya dari menyusui adalah ternyata bayi itu lama banget ya menyusuinya. Paling sebentar 30 menit bahkan pernah hampir satu jam. Mantap sih. Tapi lama kelamaan rasa perih itu cuma muncul di awal sama di detik-detik akhir. Nah, karena kondisi saya juga punya ambeien, rasanya jadi sakit banget kalau duduk lama menyusui. Akhirnya saya dibantu mamak untuk menyusui sambil tiduran, sementara Mufi dipegangin mamak miring ke arah payudara. Lumayan membantu sekali, walaupun tetap aja rasanya pegal karena harus ada di posisi sama dalam waktu sekitar 30-45 menit. Yah inilah adaptasi yang aku rasakan.

Hampir seminggu menyusui, drama puting perih tiap kali dihisap masih belum hilang. Mamak menyarankan untuk beli pumping supaya nggak terlalu menyiksa. Awalnya saya juga mau beli pumping tapi teman menyarankan kalau setelah melahirkan berencana fokus mengurus anak lebih enak menyusui langsung atau direct breastfeeding (dbf). 

Tapi saat itu saya juga setuju sekali beli pumping. Rasanya emang perih banget setiap bayi menyusu. Suami saya pun tanpa ba bi Bu mencari pumping. Dapatnya yang manual. Entah karena ukuran corongnya yang kurang pas atau gimana. Pumping pun masih terasa sakit. Bedanya saya bisa kontrol rasa sakitnya. Kalau terasa sakit berhenti dulu. 

Tapi, pumping ternyata bukan hal yang nyaman bagi saya. Lama-lama bosan. Ketika ada waktu luang saya harus pumping. Padahal pengennya nyantai atau nonton drama korea gitu. Maklum masih beradaptasi sama transisi sebelum punya anak dan setelah punya anak. Lagipula kadang ribet juga waktu mau ngasih ASIP-nya. Harus disesuaikan dulu ke suhu ruang setelah keluar dari freezer. 


Pumping pun hanya sampai sekitar satu bulan saja. Selanjutnya lebih memilih DBF sampai sekarang. Peralatan pumping sementara disimpan terlebih dahulu. Sampai di situ saya menyadari betapa hebatnya perjuangan ibu-ibu bekerja yang harus tetap pumping di sela-sela pekerjaannya. Belum lagi kalau malam. Yah karena saya full di rumah bersama Mufi, jadinya yang paling enak adalah DBF saja. 

Walaupun kalau DBF kita jadi tidak bisa mengukur seberapa banyak ASI-nya terminum. Beda kalau pumping pasti ketahuan seberapa banyak ASI yang kita hasilkan dan kita berikan ke bayi. Tapi ya saya harus yakin ASI nya selalu cukup untuk Mufi. 

Sekian dulu cerita menyusui dari saya. Saya masih ingin menuliskan banyak cerita tentang menyusui di sini nantinya. Masih pengen nulis cerita tentang asi booster, stigma menyusui, mitos menyusui, dan drama-drama menyusui lainnya. Semoga teman-teman berkenan ya. Sampai jumpa di cerita menyusui selanjutnya. See yaa~~~~~

0 Response to "Cerita Pengalaman Menyusui Part 1"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel