Tentang Bapak
Waktu kecil, saya tidak pernah ingin menyalahkan keadaan ketika tiba-tiba sadar ada dalam keluarga yang bercerai. Sebagai anak SD tidak ada pikiran apapun tentang, mengapa dan bagaimana saya tinggal bersama Mbok'e dan Mbah Lanang. Sementara Mamak merantau ke Jakarta dan bapak entah dimana. Begitu juga ketika Mamak Menikah dengan Bapak Nuril. Tidak ada yang terlalu saya pikirkan.
Tapi satu hal yang dulu sering membuat saya sedih. Saya sedih kenapa saya tinggal di rumah yang jelek. Saya sedih kenapa saya tidak punya banyak uang jajan seperti teman-teman. Saya sedih ketika harus berangkat sekolah jalan kaki terus. Padahal teman-teman saya diantar naik motor. Tapi kini, kesedihan itu tidak meninggalkan trauma.
Belasan tahun kemudian, saya tidak pernah menyangka akan punya perasaan hangat tentang keluarga yang bercerai ini. Saya boleh katakan, bahwa ada di dalam keluarga yang bercerai tidak buruk-buruk amat. Waktu kuliah saya dapat jatah jajan yang pas-pasan dari Mamak. Kalau terasa kurang saya minta sama bapak. Karena kebetulan saya kuliah tidak jauh dari tempat tinggal bapak.
Bapak kandung saya orang yang sangat dingin. Kami tidak pernah mengobrol yang terlalu panjang. Hanya pertanyaan-pertanyaan singkat. Tapi ketika saya minta uang, beliau selalu langsung memberi tanpa bertanya untuk apa. Saya pikir itu karena dia merasa bersalah tidak menafkahi anaknya selama kurang lebih 10 tahun.
Sekarang, saya sudah menikah. Alhamdulillah sudah punya anak. Itu keadaan yang membuat kami semakin hangat. Baik antara saya dan ibu maupun saya dan bapak.
Memang ada begitu banyak perubahan yang terjadi dengan bapak. Terutama saat Mufi, anak saya lahir. Bapak jadi sering berkunjung ke rumah kami. Kami jadi punya beberapa kesempatan untuk mengobrol lebih panjang.
Gara-gara perubahan sikap bapak ini, bulek dan oom saya dari pihak bapak juga ikut keheranan. Mendengar bahwa bapak sering datang ke rumah bahkan menggendong Mufi. Mereka heran orang sedingin bapak akhirnya luluh dan mau menggendong cucu. Walaupun pasti terasa kaku. Hawong, mamak saya saja cerita dulu bapak jarang menggendong anak-anaknya. (Ini waktu belum bercerai ya) Memang agak patriarki juga sih. Ya begitulah.
Tapi saya bersyukur, Mufi dikelilingi orang-orang yang sangat menyayanginya. Kira-kira seperti anak Aurel yang punya kakek-nenek dobel lah.
"Wah enak Mufi, mbahnya banyak, dan semuanya nyari duit." Ujar mertua saya suatu ketika.
Kalimat itu terasa begitu hangat sekali. Seperti tidak ada yang salah dengan masa lalu bernama perceraian itu. Semuanya tinggal cinta kasih dari berbagai arah.
"Mungkin, bapak bangga sama kamu," ujar ibu saya suatu kami sedang membahas perubahan sikap bapak saya yang tiba-tiba hangat itu. Hal senada juga diungkapkan mertua saya.
"Bapakmu itu mungkin merasa bersalah, nggak membesarkan kamu, makanya sekarang jadi sering ke sini, kasih duit ke Mufi," katanya.
Yah, di tengah insecurity yang saya rasakan selama menjadi Ibu Rumah Tangga ini, hal-hal semacam itulah yang bisa menenangkan dan menghangatkan hati saya. Saya harus bersyukur dengan anugerah cinta ini. Walaupun kami belum bisa belikan mainan Mufi yang mahal, belum bisa mengajak Mufi jalan-jalan yang jauh, atau sederet bebelian ini-itu. Tapi setidaknya rasa kasih sayang itu mengalir dari banyak sumber.
Pada akhirnya saya sangat setuju dengan lirik lagu "Harta yang paling berharga adalah keluarga.." karena sekarang saya benar-benar menyadari bahwa keluargalah yang paling ada untuk kita. Tempat kita pulang dari segala kelelahan dan keresahan.
Walaupun masih ada beberapa hal yang belum terwujud dalam relasi keluarga mamak bapak yang bercerai ini. Seperti, kedua bapak saya (you know what I mean), belum bisa duduk bersama mengobrol dengan rukun. Tapi mereka berdua sama-sama sayang kepada kami. Kalau kedua mamak Alhamdulillah sudah mengobrol dengan santai. Sekarang sih, tinggal sesama saudara sambung yang masih terasa canggung untuk mengobrol.
Dulu pernah merasakan galau karena keluarga yang saling sikut. Sebagai anak sering merasa kebingungan harus pilih yang mana. Mana yang benar. Semua terasa membingungkan. Tapi sekarang, sudah tidak lagi. Semoga relasinya semakin membaik lagi.
Masih banyak yang perlu diperbaiki pula. Semoga semua sehat-sehat dan kami bisa punya banyak waktu untuk mengganti kebersamaan yang pernah hilang dulu. Semoga Allah meridhoi. Aaamiiin.
0 Response to "Tentang Bapak"
Post a Comment