Review Film The Architecture Of Love
Ceritanya malam-malam pengen quality time sama suami. Dengan cara paling sederhana, nonton film. Walaupun genre yang sama-sama kita suka adalah film komedi, tapi kali ini pengen nyobain nonton film romance. Biar bisa baper-baper gitu harapannya. Tapi ternyata nggak terlalu baper, entah karena ngantuk atau situasinya beda.
Saya baru tahu kalau Film The Architecture Of Love ini merupakan adaptasi dari novel karya Ika Natassa. Memang setelah dipikir-pikir ceritanya khas novel. Seorang penulis novel perempuan, yang baru saja bercerai karena suaminya selingkuh. Berusaha sembuh dengan mengasingkan diri ke New York, malah mempertemukannya dengan laki-laki misterius yang kerjaannya Arsitek. Itulah Raia dan River.
River yang banyak bercerita tentang gedung-gedung yang ada di New York itu membuat Raia perlahan sembuh dari patah hatinya. Bahkan ia berhasil meneruskan karirnya sebagai penulis novel yang sebelumnya sempat mengalami writer's block.
The Architecture of Love sudah tentu asmara dua insan dewasa. Bukan yang menye-menye PDKT-an. Tapi ketika menontonnya kenapa saya merasa aneh ya? Apakah karena kisah seperti ini tidak cukup dengan dunia nyata saya? Mungkin seperti itu.
Apa yang terjadi pada Raia dan River bisa dikatakan sebagai keajaiban menurut saya. Karena bisa menemukan sosok yang kita yakini sebagai jodoh atau teman hidup untuk yang kedua kalinya langka sih. Sampai ada kutipan yang menarik menurut saya.
"Tuhan itu aneh ya, ngasih kita jodoh tapi malah diambil lagi.."-- Raia
Kalimat itu maknanya bisa dalam sekali. Membayangkan saja sudah terasa seram. Misal bagaimana jika tiba-tiba pasangan kita hilang dari kita. Selingkuh, meninggal, sakit, dan seterusnya. Kayaknya terasa berat sekali menghadapi hal-hal menyeramkan semacam itu. Apalagi saat kita masih cinta-cintanya. Combo broken heart gak sih!
Kebiasaan saya kalau lagi nonton film atau drama romance, suka jatuh hati sama karakter second lead-nya. Itu menyebalkan sih. Di film ini saya jadi merasa kasian sama Aga Yusuf yang diperankan oleh Jerome Kurnia. Karena dia merelakan Raia untuk orang lain asalkan Raia bisa jadi obat depresi orang tersebut.
Walaupun cinta memang tidak dipaksa dan mungkin Aga akan dapat perempuan yang lebih baik. Tapi kayaknya kok dunia terasa tidak adil, ketika Raia sudah banyak mengubah kehidupan Aga. Contohnya Aga jadi suka baca buku. Memang begitulah yang terjadi, orang yang begitu kita inginkan untuk jadi pasangan kita, adalah orang yang harus dengan ikhlas kita relakan.
Hal lain yang bisa saya pelajari dari Film The Architecture of Love ini adalah ternyata bukan cuma patah hati yang perlu kita sembuhkan. Tapi terlalu mencintai orang di masa lalu juga perlu kita normalkan. Ibaratnya kendaraan kita butuh mendinginkan mesinnya dulu untuk memulai perjalanan yang lebih jauh lagi.
Tidak mudah untuk berhenti mencintai seseorang. Ketika orang itu pergi atau menyakiti kita sedemikian rupa, saya rasa cinta itu tidak mudah kita hilangkan juga. Kayaknya bakal ada pemikiran semacam,
"Kenapa sih dia tega melakukan ini semua?"
"Kenapa sulit melupakan dia yang telah pergi?"
Sampai pemikiran,
"Aku salah apa ya sampai dia berbuat seperti itu?"
Pada akhirnya kita bertarung dengan rasa bersalah. Rasa yang membuat kita stress, uring-uringan. Dampak buruknya depresi. Serem.
Walaupun Film ini diperankan oleh para aktor papan atas, tapi entah kenapa saya tidak bisa merasakan chemistry yang kuat ya? Beda waktu nonton Putri Marino di Layangan Putus pas main sama Reza Rahardian. Atau Nicholas Saputra sama Dian Sastro.
Kalau di google tercatat 76% orang-orang menyukai film ini. Artinya lumayan banyak yang suka. Jadi kalau misalnya saya merasa kurang cocok. Mungkin memang bukan genre yang saya suka. Meskipun begitu film ini masih keren menurut saya. Apalagi syutingnya di New York, kita jadi tahu gedung-gedung di sanadan cerita sejarahnya.
The Architecture of Love bisa saya rekomendasikan buat teman-teman yang mulai lelah menjalin relasi. Film ini bisa jadi penyemangat. Karena seburuk apapun keadaan kita. Itu tidak menjamin kita tidak akan bertemu dengan partner hidup yang cocok. Proses penyembuhan luka dan keberanian untuk menjalin relasi yang baru mendominasi cerita film ini.
Judul Film : The Architecture of Love
Pemain : Putri Marino, Nicholas Saputra, Aga Yusuf, Jihane Almira, Lidia Kandaw, dkk
Jaringan : Netflix
Tahun Rilis : 2024
Pereview : Ririn Erviana
0 Response to "Review Film The Architecture Of Love"
Post a Comment