Mengenal Tenun Endo Segadok dan Ecoprint: Keindahan Kain Alami yang Sarat Makna
Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali melakukan Online Gathering setiap Jumat siang bersama teman-teman Eco Blogger Squad (EBS). Mungkin sudah setahun lebih. Terakhir kali kami berdiskusi adalah saat EBS Day Out di Jakarta tahun 2023 lalu. Baru awal tahun 2025 inilah akhirnya kami bertemu kembali di ruang zoom.
Kali ini kami berdiskusi tentang Fashion Reimagined: Upcycling Waste into Wearable Art. Sebuah tema yang cukup berat tapi sekaligus dekat sekali dengan kehidupan manusia. Kalau boleh saya tafsirkan dengan logika saya, tema ini mengajak kita untuk menata ulang konsep pakaian kita. Salah satunya dengan menaikkan value barang yang tadinya mungkin sampah sampai bagaimana kita mengenakan pakaian yang dibuat dengan tangan kreatif.
Wearable Art mungkin merujuk pada sebuah pakaian yang dibuat dengan tangan-tangan kreatif manusia. Tangan-tangan itulah yang mentransfer seni dan nilai-nilai yang membuat sebuah kain menjadi lebih cantik dan otentik. Wearable Art ini juga yang menurut saya berkaitan dengan dua narasumber yang menjadi pemantik diskusi Online Gathering kali ini.
Menelusuri Keindahan Tenun Endo Segadok
Kita mungkin sudah tidak asing dengan kain tenun. Indonesia memang istimewa. Setiap daerah punya wastra atau kain tradisional yang memiliki ciri khas sendiri-sendiri. Kali ini bersama Margareta Mala, perempuan suku Dayak Iban sekaligus Ketua Komunitas Tanun Endo Segadok, kami diperkenalkan kain tenun kebanggaan mereka.
Perempuan Suku Dayak Iban sudah sejak dulu produktif Nenun atau menenun. Bahkan dulu, bagi masyarakat Dayak Iban, menenun menjadi syarat seorang perempuan boleh menikah. Ketika sudah bisa menenun mereka boleh menikah. Kalau belum bisa berarti belum boleh menikah. Mereka juga masih memegang erat nilai-nilai budaya dan ritual nakar atau perminyakan untuk mengikat warna pada kainnya.
Para perempuan ini menenun benang-benang yang diwarnai dengan pewarna alam. Mereka menggunakan pewarna alami yang diperoleh dari berbagai tumbuhan yang tumbuh di sekitar rumah betang (rumah panjang), serta di hutan dan kebun milik masyarakat.
Menurut Margareta Mala, menenun dengan pewarna alami dapat menjadi langkah konservasi terhadap berbagai jenis tumbuhan penghasil warna alami serta membantu mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan pewarna sintetis pada pakaian.
Di tengah trend fast fashion, kehadiran Margareta Mala dan komunitas Tenun Endo Segadok jelas menantang arus. Hari ini kita dimudahkan dengan berbagai produk fashion yang warna-warni dan trend yang berganti sangat cepat. Orang-orang mungkin tak pernah terpikir pewarna seperti apa yang mempercantik pakain mereka.
Sementara perempuan suku dayak Iban yang masih konsisten menenun ini masih setia menggunakan pewarna alam yang mereka panen sendiri. Ada rengat padi, mengkudu akar, engkerebai, sibau, durian, tengkawang, buah pinang, kemunting, pepaya dan lain-lain. Itu adalah nama-nama tumbuhan penghasil warna alam yang digunakan untuk mewarnai benang.
Salah satu bagian paling menarik dari proses membuat tenun Endo Segadok ini adalah proses Nakar atau Perminyakan. Proses perminyakan adalah pemberian protein pada benang dengan tujuan mengikat warna agar lebih tahan lama, menghasilkan warna yang lebih kuat pada kain, serta meningkatkan ketahanan kain itu sendiri.
Proses nakar ini menggunakan berbagai bahan seperti lemak labi-labi, lemak ular, lemak ikan, kemiri, kelapa busuk, buah kelampai, buah jelemuk, buah kedondong, buah kepayang, kayu dari pohon jangau, lemak ayam/manuk, aneka biji-bijian, serta berbagai jenis bunga digunakan dalam proses ini.
Untuk mendapatkain sehelai kain, dibutuhkan proses yang sangat panjang. Tapi proses inilah yang benar-benar menjaga kelestarian alam. Tidak menggunakan bahan dan cara instan yang menyakiti alam. Tidak heran kalau kain-kain ini punya nilai yang tinggi.
Bahkan untuk memilikinya kita tidak diperkenankan untuk membeli. Mereka menyebutnya dengan mengadopsi. Mengadopsi untuk menghargai produksi yang sangat panjang dan rumit. Tidak memakai kata harga terasa tidak setara dengan banyak pengorbanan yang dilakukan. Mereka yang ingin memiliki kain tenun ini menjadi bagian yang berpartisipasi mengadopsi tenun endo segadok.
Komunitas Tenun Endo Segadok dari awal sudah berani menantang arus perkembangan fast fashion. Mereka mau tidak mau berhadapan dengan tantangan di depan mata bagaimana menciptakan generasi penerus agar tetap ada yang terus menenun kain dengan pewarna alami.
Sehingga selain menenun mereka juga punya rumah belajar untuk menenun dari SD sampai Mahasiswa. Ada juga tour tenun yang diperuntukkan bagi mereka yang ingin belajar menenun dan apa saja yang membuat kain tenun Endo Segadok ini sangat istimewa.
Selain memelihara warisan leluhur mereka. Kegiatan yang dilakukan perempuan suku dayak iban atau yang biasa disebut inai-inai ini juga sejatinya menjadi praktik baik dalam pemberdayaan perempuan. Lewat tangan mereka, terciptalah kain yang indah dan sarat akan makna. Akan memberikan nilai tersendiri bagi yang mengenakan kainnya. Definisi wearable art.
Ecoprint: Seni Mencetak Daun di Kain
Hari makin sore, tapi kami masih tetap semangat menatap layar Zoom. Karena seperti yang sudah direncanakan panitia. Kami akan praktik membuat Totebag Ecoprint dengan starter kit yang sudah disiapkan panitia hari sebelumnya.
Sambil menjelaskan proses kreatif pembuatan Ecoprint di Studio @cintabumiartisans, Novieta Tourisia juga menceritakan bagaimana awal mula mereka memulai gerakan ini. Ecoprint secara sederhana dapat kita pahami sebagai cetak alami. Seperti artinya, maka kita mencetak sendiri warna-warna alami di kain yang akan kita gunakan sebagai pakaian, tas maupun asesoris.
Selain membuat karya tekstil Bumil Artisans juga melakukan edukasi yang berwujud Lokakarya berpewarna alami, membuat kebun alami, penulisan buku anak dan pengembangan komunitas. Ini tentu pekerjaan panjang yang mulia. Tangan kreatif mereka tidak hanya menghasilkan kain-kain cantik yang ramah lingkungan, tapi mereka juga turut membangun peradaban yang peduli dengan lingkungan.
"Ada ruang bagi setiap orang dan kontribusinya."--Bumi Artisans
Kalimat yang indah dari mereka. Tentang pencapaian keberlanjutan justru ditopang oleh kontribusi-kontribusi kecil dari individu. Individu saja sangat berarti apalagi kolektif. Karena Sustainability bukan soal kuantitas.
Bahan-bahan yang Digunakan untuk Membuat Ecoprint
- Kain + serat alami (kain kulit kayu, heritage cotton,organic cotton, Tencel,cupro, serat nanas)
- Limbah kain (upcycled)
- Pewarna alami dari kebun Warnabhumi,limbah dapur, tumbuhan sekitar, traceable suppliers.
Kunci Tahapan Mencetak Alami
1. Scouring
2. Mordanting
3. Ecoprinting
4. Finishing
Keunggulan Kain dengan Pewarna Alami
Sejak mengenal kain dengan pewarna alami, saya semakin jatuh cinta dengan tekstil yang ramah lingkungan. Awalnya, saya hanya penasaran dengan proses pewarnaannya yang unik, tetapi setelah mencoba sendiri dan merasakan manfaatnya, saya menyadari bahwa kain ini bukan sekadar tren, melainkan pilihan bijak bagi kita yang peduli terhadap lingkungan dan kesehatan.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa saya lebih memilih kain dengan pewarna alami dibandingkan kain yang diwarnai secara sintetis.
1. Lebih Ramah Lingkungan
Salah satu alasan utama saya tertarik dengan pewarna alami adalah dampaknya yang lebih baik terhadap lingkungan. Pewarna alami berasal dari tumbuhan, mineral, atau bahan organik lainnya yang tidak meninggalkan limbah beracun. Saya merasa lebih nyaman mengenakan kain yang proses pembuatannya tidak mencemari air atau tanah.
2. Nyaman dan Aman di Kulit
Bagi teman-teman yang memiliki kulit cukup sensitif terhadap bahan kimia dalam pakaian, terutama dari pewarna sintetis yang kadang menimbulkan rasa gatal atau iritasi. Kalian bisa mencoba kain dengan pewarna alami, sepertinya ada perbedaan—lebih lembut dan adem di kulit, tanpa reaksi negatif apa pun.
3. Warna yang Unik dan Berkarakter
Salah satu hal yang paling saya sukai dari kain dengan pewarna alami adalah warna-warnanya yang khas dan tidak pernah benar-benar seragam. Ada nuansa keunikan di setiap helai kain, seolah-olah masing-masing memiliki cerita sendiri. Saya pernah membeli kain yang diwarnai dengan daun indigo, dan hasilnya sungguh menawan—warna birunya lembut dengan sedikit gradasi alami yang justru membuatnya semakin menarik.
4. Menghargai Kearifan Lokal
Ketika mendalami lebih jauh tentang kain dengan pewarna alami, saya juga belajar bahwa banyak teknik pewarnaannya merupakan warisan budaya dari berbagai daerah. Misalnya, teknik tenun Endo Segadok dan ecoprint dari Bumi Artisans yang menggunakan pewarna dari tumbuhan.
5. Warna yang Bertahan Lama dengan Perawatan yang Tepat
Beberapa orang mengira bahwa kain dengan pewarna alami lebih cepat pudar. Tapi dari pengalaman saya, jika dirawat dengan benar—misalnya mencucinya dengan sabun lembut dan tidak dijemur langsung di bawah matahari—warnanya tetap bertahan indah bahkan setelah banyak kali dicuci.
Dukung Produk Lokal: Mengapa Tenun dan Ecoprint Harus Masuk dalam Gaya Hidup Kita
Sebagai sesama perempuan saya sendiri kagum dengan apa yang dilakukan oleh perempuan suku dayak iban ini. Saya juga punya keinginan kalau sudah punya uang pengen ikut menghargai jerih payah tangan-tangan kreatif mereka ini. Ibaratya kita punya uang, kita pilih mana sih antara barang branded atau wastra yang dibuat dengan pewarna alam ini? Itu sebuah pertanyaan yang bisa kita renungkan.
Margareta Mala berharap suatu hari tenun bisa setara dengan batik. Karena kalau tenun sudah jarang yang mengadopsi makan para pengrajinnya boleh jadi akan berhenti. Kalau kita tidak punya keinginan untuk menghargai kain tenun ini, lama-lama tidak ada generasi yang bersedia meneruskan kegiatan menenun. Dan akhirnya kain tenun Endo Segadok terancam punah.
Dengan kehadiran warna-warna cantik hasil dari Ecoprint membuktikan kepada kita bahwa untuk menikmati pakaian yang menawan tidak harus menggunakan pewarna kimia. Kita bisa mengambilnya dari pewarna alam yang tidak mencemari lingkungan.
Kalau kita mendukung produk lokal seperti tenun Endo Segadok dan kain-kain ecoprint. Kita juga turut berkontribusi dalam keberlanjutan industri yang ramah lingkungan ini. Lebih lanjut lagi kita mendukung pemberdayaan perempuan yang telah menggunakan tangan kreatifnya untuk memproduksi pakaian yang cantik.
Apalagi jika wujud dukungan produk lokal menjadi bagian dari gaya hidup kita. Maka produk lokalpun terus berusaha memberikan yang terbaik. Tidak menutup kemungkinan di masa depan produk ini juga eksis di kancah internasional. Bonusnya semakin banyak industri yang ramah lingkungan. Dan bumi kitapun makin terjaga.
Produk lokal harus kita jaga dengan menggunakan dan memilikinya. Produk lokal tidak kalah lho kualitasnya dengan produk luar. Apalagi kain tenun Endo Segadok ini saya lihat bagus² corak dan model kainnya. Keren...
ReplyDeleteSalut banget dengan mereka yang masih menerapkan konsep ramah lingkungan, sayangnya hutan Indonesia banyak sekali dibabat sehingga musibah seperti perubahan iklim yang tak menentu, ataupun bencana banjir dahsyat melanda dimana-mana. Miris banget.
ReplyDeleteWaktu tahu ada proses nakar, jadi lebih paham dan menghargai kain tenun. Bagian belajar ecoprinting juga menyenangkan. Semoga fashion berkelanjutan kaya gini bisa terus berkembang dan dilakukan banyak orang
ReplyDeletesalah satu jenis kain yang paling kusuka itu tenun. Apalagi handmade. Makanya harga kain tenun yang handmade itu nggak bisa murah. Saya ingat pembuatan kain tenun lombok di desa sade beberapa tahun lalu, dan pembuatannya itu luar biasa membutuhkan waktu. :)
ReplyDeleteLengkap sekali artikelnya...jadi nambah banyak wawasan terkait adat dan budaya suku IBAN juga
ReplyDeleteSepertinya menenun bagi masyarakat Dayak Iban sudah seperti skill hidup saja ya
Sampai menenun menjadi syarat seorang perempuan boleh menikah. Ketika sudah bisa menenun mereka boleh menikah. Kalau belum bisa berarti belum boleh menikah.
Bagaimana kalau misalkan ada gadis yg sudah hamil duluan tapi belum bisa menenun ya?
Suku Dayak Iban ini ada yang sampai negeri Jiran juga ya mbak?
ReplyDeleteMotif tenun Endo segadok cantik-cantik sekali, mau koleksi udah keder duluan sama harganya hehehe
Ohya, saya baru tahu kalau Durian pun bisa dijadikan bahan pewarna kain alami
Semakin banyak komunitas yang bergerak dalam bidang ecoprint semakin bagus untuk ekosistem lingkungan sekaligus ekonomi. Informasi seperti ini memang harus tersebar secara luas agar masyarakat semakin sadar pentingnya bermitra dengan alam...., ekonomi lancar alampun terjaga.
ReplyDeleteSelembar kain tenun ternyata perjalanannya sangat panjang, dan ada nilai kebudayaan/adat dibaliknya. Semoga bisa terus dilestarikan ^_^.
ReplyDeleteKeren banget bahas tenun Endo Segadok! Jadi nambah wawasan tentang kekayaan budaya lokal yang belum banyak orang tahu. Salut!
ReplyDelete